Poker Uang Asli – Dina mematut diri di depan cermin, Ini adalah hari
yang paling di nantikannya, hari pernikahannya, Ada banyak alasan kenapa
akhirnya dia bersedia menikah dengan Doni. Dan seks adalah salah
satunya, meskipun Doni hanya mempunyai sebuah penis yang kecil saja.
Namun seks dengan lelaki lain menjadi jauh lebih menyenangkan meskipun
sejak Doni telah menyematkan sebuah cincin berlian di jarinya. Dia
merasa bersalah dan membutuhkannya dalam waktu yang bersamaan, setiap
kali dia merasakan cincin tersebut di jarinya saat lelaki lain sedang
meyetubuhi vaginanya yang dijanjikannya hanya untuk Doni.
Keragu-raguan
itu hanya bertahan untuk beberapa saat saja. Tangan Darma menarik
kaitan itu semakin ke atas saat calon istri anaknya meneruskan
mengangkat gaun pengantinnya semakin naik. Dia menelan ludah membasahi
tenggorokannya yang terasa kering saat akhirnya kaitan itu terpasang
pada tempatnya di bagian paling atas stockingnya. Dia yakin dapat
mencium aroma dari vagina Dina sekarang, yang membuat jantungnya seakan
hendak melompat keluar dari dadanya. Tangannya berhenti, kaitan stocking
itu melingari bagian atas paha Dina… dan dia merasakan bagian gaun
pengantin itu terjatuh saat Dina melepaskan sebelah pegangannya untuk
meraih bagian belakang kepalanya dan mengarahkan wajah Papah calon
suaminya mendekat ke vaginanya, dan Darma menemukan tak ada celana dalam
yang terpasang di sana.
Dia ingat saat malam dimana Doni
melamarnya. Dia tersenyum, mengangguk dan berkata “ya”, menciumnya dan
menikmati bagaimana nyamannya rasa memakai cincin berlian yang sangat
mahal tersebut. Dan setelah makan malam bersama Doni itu, dia langsung
menghubungi Alan, begitu mobil Doni hilang dari pandangan, mengundangnya
datang ke rumah kontrakannya. Dina menunggu Alan dengan tanpa
mengenakan selembar pakaianpun untuk menutupi tubuhnya yang berbaring
menunggu di atas tempat tidurnya, cincin berlian yang baru saja
diberikan oleh Doni adalah satu-satunya benda yang melekat di tubuh
telanjangnya. Ada desiran aneh terasa saat matanya menangkap kilauan
cincin berlian itu waktu tangannya menggenggam penis gemuk Alan.
Tubuhnya tergetar oleh gairah liar saat tangannya mencakup kedua
payudaranya dengan sperma Alan yang melumuri cincin itu. Dan oergasme
yang diraihnya malam itu, yang tentu saja bersama lelaki lain selain
tunangannya, sangat hebat – tangan yang tak dilingkari cincin menggosok
kelentitnya dengan cepat sedangkan dia menjilati sperma Alan yang berada
di cincin berliannya. Dia menjadi ketagihan dengan hal ini dan
berencana akan melakukannya lagi nanti pada waktu upacara perkawinannya
nanti.
Saat ini, dia memandangi pantulan dirinya di dalam cermin
mengenakan gaun pengantinnya. Dia terlihat menawan, dan dia sadar akan
hal itu. Dina tersenyum. Dia membayangkan nanti pada upacara
pernikahannya, teman-teman Doni akan banyak yang hadir dan akan banyak
lelaki lain yang akan dipilihnya salah satunya untuk memenuhu fantasi
liarnya. Vaginanya berdenyut, dan dia membayangkan apa yang akan
dilakukannya untuk membuat hari ini lebih komplit dan sempurna, saat
lonceng berbunyi nanti.
Saat dia membuka pintu, Papah Doni, Darma, sedang berdiri di sana,
bersiap untuk menjemputnya dan mengantarnya ke gereja. Dina menarik
nafas dalam-dalam. Dia tahu lelaki di hadapannya ini sangat
merangsangnya – beberapa bulan belakangan ini dia telah berusaha untuk
menggodanya, dan dia pernah mendengar lelaki ini melakukan masturbasi di
kamar mandi saat dia datang berkunjung ke rumah Doni, menyebut namanya.
Dina belum pasti apakah mudah nantinya untuk menggoda Darma agar
akhirnya mau bersetubuh dengannya, tapi sekarang dia akan mencari tahu
tentang hal tersebut. Dia tersenyum lebar saat menangkap mata Darma yang
manatap tubuhnya yang dibalut gaun pengantin ketat untuk beberapa saat.
“Papah”
tegurnya, dan memberinya sebuah ciuman kecil di pipinya. Parfumnya yang
menggoda menyelimuti penciuman Darma. “Papah datang terlalu cepat, aku
belum siap. Tapi Papah dapat membantuku.” Digenggamnya tangan Darma dan
menariknya masuk ke dalam rumah kontrakannya, tempat yang akan segera
ditinggalkannya nanti setelah menikah dengan Doni.
Darma
mengikutinya dengan dada yang berbar kencang. Ini adalah saat yang
diimpikannya. Dia heran bagaimana anaknya yang pemalu dan bisa dikatakan
kurang pergaulan itu dapat menikahi seorang wanita cantik dan menggoda
seperti ini, tapi dia senang karena nantinya dia akan mempunyai lebih
banyak waktu lagi untuk berdekatan dengan wanita ini. “Apa yang bisa ku
bantu?”
Dina berhenti di ruang tengahnya yang nyaman lalu duduk di sebuah meja.
“Aku belum memasang kaitan stockingku… dan sekarang, dengan pakaian ini… aku kesulitan untuk memasangnya.”
Suaranya
terdengar manis, tapi matanya berkilat liar menggoda. Diangkatnya
tepian gaun pengantinnya, kakinya yang dibungkus dengan stocking putih
dan sepatu bertumit tinggi langsung terpampang.
“Bisakah Papah membantuku memasangnya?”
Darma
ragu-ragu untuk beberapa waktu. Jantungnya berdetak semakin cepat.
Apakah ini sebuah “undangan” untuk sesuatu yang lain lagi, ataukah hanya
sebuah permintaan tolong yang biasa saja? Dia mengangguk.
“Oh,
tentu…” dia berlutut di hadapan calon istri anaknya dan bergerak meraih
kaitan stockingnya. Jemarinya sedikit gemetar saat Dina dengan pelan
mengangkat kakinya . Darma berusaha untuk memasangkan kaitan stocking
itu.
Dina menggigit bibir bawahnya menggoda, dan lebih menaikkan
gaunnya, menampakkan paha panjangnya yang dibalut stocking putih. Dia
dapat merasakan sebuah perasaan yang tak asing mulai bergejolak dalam
dadanya., sebuah tekanan nikmat yang membuat nafasnya semakin sesak,
membuat nafasnya semakin memburu, dan membuatnya semakin melebarkan
kakinya. Dia dapat merasakan cairannya mulai membasahi. Kaitan itu
akhirnya terpasang di sekitar lututnya. Darma menghentikan gerakannya,
tak yakin apakah dia sudah memasangkan dengan benar.
“Papah,
seharusnya lebih ke atas lagi…” tangan calon Papah mertuanya yang berada
sedikit dibawah vaginanya membuatnya menjadi berdenyut dengan liar.
Dina
melenguh dan memejamkan matanya saat harapannya terkabul. Darma tak
memprotes atau menolaknya, lidahnya menjilat tepat pada bibir vaginanya,
dan Dina semakin basah dengan cairan gairahnya. Dengan sebelah tangan
yang masih menahan gaun pengantinnya ke atas, dan yang satunya lagi
menekan wajah calon mertuanya ke vaginanya yang terbakar, dia mulai
menggoyangkannya perlahan. Ini serasa di surga, dan menyadari apa yang
diperbuatnya tepat di hari pernikahannya membuat tubuhnya semakin
menggelinjang. Dia mengerang saat lidah Darma memasuki lubangnya, dan
lidah itu mulai bergerak, menghisap bibir vaginanya, menjilati
kelentitnya, wajah Darma belepotan dengan cairan kewanitaan calon istri
anaknya di ruang tengah rumah kontrakannya.
Semakin Dina menggelinjang, semakin keras pula Darma menghisapnya.
“Oh
ya Papah… jilat vaginaku… buat aku orgasme sebelum aku mengucapkan
janjiku pada putramu… kumohon…” perasaan salah akan apa yang mereka
perbuat membuat Dina dengan cepat meraih orgasmenya, dan hampir saja dia
rubuh menimpa Darma. Ini bukan seperti orgasme yang biasa diraihnya,
ini seperti rangkaian ombak yang menggulung tubuhnya, merenggut setiap
sel kenikmatan dari dalam tubuhnya.
Cairan Dina terasa nikmat pada
lidah Darma, dia menjilat dan menghisap vaginanya seperti seorang
lelaki yang kehausan. Penisnya terasa sakit dalam celananya, cairan pre
cum nya membasahi bagian depan tuxedonya.
Dina kembali
menggelinjang, lalu dengan pelan bergerak mundur, membiarkan gaun
pengantinnya menutupi Papah Doni. Lalu dia membuka resleting di bagian
belakang gaunnya dan membiarkannya jatuh menuruni tubuhnya. Dia
melangkah keluar dari tumpukan gaun pengantinnya yang tergeletak di atas
lantai, hanya mengenakan sepatu bertumit tingginya, bra, dan tentu saja
stocking beserta kaitannya yang baru saja dipasangkan Darma pada
pahanya. Dina tersenyum padanya, vaginanya berkilat dengan cairannya.
“Aku
akan ke kamar mandi untuk membetulkan make-up, kalau Papah memerlukan
sesuatu…” dia berkata dengan mengedipkan matanya. Darma menatapnya
melenggang dan menghilang di balik pintu, begitu feminim dan menggoda.
Hanya beberapa detik kemudian dia menyusulnya.
Saat dia memasuki
kamar mandi dan berdiri di depan sebuah cermin di atas washtafel, dan
sudah mengenakan sebuah celana dalam berwana putih. Darma tahu kalau ini
adalah salah satu godaannya yang manis, dan dia telah siap untuk
bermain bersamanya.
Dina melihatnya masuk, dan dengan sebuah
gerakan yang cantik membuka lebar pahanya. Darma melangkah ke
belakangnya, mata mereka saling terkunci dalam masing-masing bayangannya
dalam cermin. Tangan Darma bergerak ke bagian depan tubuhnya,
menggenggam payudaranya yang masih ditutupi bra. Dina tersenyum. “Tapi
Papah, bukankah ini tak layak dilakukan oleh seorang Papah calon
pengantin pria?”
Darma memandangi bagaimana bibir Dina yang
membuka saat bicara, mendengarkan hembusan hangat nafasnya, seiring
dengan tangannya yang meremasi payudaranya dalam balutan bra. “Tak se
layak apa yang akan kulakukan padamu.”
Dina menggigit bibirnya dan mendorong pantatnya menekan penisnya yang mengeras.
“Aku nggak sabar,” bisiknya.
Sejenak
kemudian Dina merasakan tangan calon Papah mertuanya berada di
belakangnya saat dia melepaskan sabuk dan membiarkan celananya jatuh
turun. Dengan mudah tangan Darma menarik celana dalamnya ke samping.
Dina menarik nafas dalam-dalam saat dia merasakan daging kepala penisnya
menekan bibir vaginanya yang masih basah.. Dia mengerang dan memegangi
tepian washtafel saat dengan perlahan Darma mulai mendorongkan batang
penis itu memasukinya. Dina merasakan bibir vaginanya menjadi terdorong
ke dalam, merasakan dinding bagian dalamnya melebar untuk menerimanya.
“Apa
ini terasa lebih baik dari penis putaku?” Darma tersenyum puas. Dia
tahu se berapa ukuran penis putranya, dan dia yakin kalau putranya
mewarisinya dari garis ibunya. Vagina calon istri putranya terasa sangat
menakjubkan pada batang penisnya, dengan cepat dia sadar kalau dia
layak untuk menyetubuhi calon menantunya lebih sering dibandingkan
putranya. Dan dia mendapatkan firasat kalau dia bisa melakukannya
kapanpun mereka memiliki kesempatan.
“Oh brengsek!!! Ya Papah…
ayo… beri aku yang terbaik untuk merayakan pernikahanku dengan putra
kecilmu.” dia lebih membungkuk ke bawah, dan merasakan tangan Darma pada
pinggulnya. Dia mencengkeramnya dengan erat dan mulai memompanya keluar
masuk. Mereka sadar akan terlambat menghadiri upacara pernikahan, tapi
Darma memastikan vagina sang mempelai wanita benar-benar berdenyut
menghisap sehabis persetubuhan keras yang lama. Dina mengerang dan
menjerit dan bergoyang pada batang penis itu, mengimbangi gerakannya.
Mereka saling memandangi bayangan mereka berdua di dalam cermin saat
menyalurkan nafsu terlarang mereka.
Dina merasa teramat sangat
nakal, disetubuhi dengan layak dan keras oleh Papah calon suaminya tepat
sebelum upacara pernikahannya. Darma merasakan vaginanya mengencang
pada batang penisnya, dan kali ini, dia merasa seluruh tubuh Dina
mengejang sepanjang orgasmenya. Wanita ini adalah pemandangan terindah
yang pernah disaksikannya, punggungnya melengkung ke belakang ke arahnya
seperti sebuah busur panah yang direntangkan, matanya melotot indah,
mulutnya ternganga dalam lenguhan bisu. Darma bahkan dapat merasakan
pancaran dari orgasmenya menjalari batang penisnya saat dia tetap
menyetubuhinya.
Dia telah membuatnya mendapatkan orgasme seperti
ini selama tiga kali, hingga dia nyaris rubuh di atas washtafel,
menerima hentakannya, vaginanya hampir terasa kelelahan untuk orgasme
lagi. Tapi Darma tahu bagaimana membawanya ke sana.
“Kamu
mengharapkan spermaku, iya kan, Dina? Kamu ingin agar aku mengisimu dan
membuat vaginamu terlumuri spermaku yang sudah mengering saat berjalan
di altar pernikahanmu, benar kan wanita jalangku?”
“Oh ya… yaaa!”
sang pengantin wanita mulai kesulitan bernafas, dan Darma dapat
merasakannya menyempit. Darma melesakkan batang penisnya sedalam yang
dia mampu, dengan setiap dorongan yang keras, dan segera saja dia
merasakan sensasi terbakar itu A?a,?aEs dan dia tahu dia tak mampu
menahannya lebih lama lagi. Tepat saat penisnya melesak jauh ke dalam
vagina calon istri putranya, menyemburkan cairan sperma yang banyak ke
dalam kandungannya, dia merasakan tubuh Dina menegang dan orgasme untuk
sekali lagi.
Dicabutnya batang penisnya keluar, menyaksikan
lelehan sperma yang mengalir turun di pahanya menuju ke kaitan stocking
pernikahannya. Darma tersenyum. “Aku akan menunggu di mobil, Dina…”
Perlahan
Dina bangkit, masih menggelenyar karena sensasi itu, wajahnya memerah,
lututnya lemah, vaginanya berdenyut dan bocor. “Mmm, baiklah Papah.”
Dia
memutuskan untuk melakukan “tradisinya” dan dan mengorek sperma Papah
Doni dari pahanya dengan jari tangan kirinya yang dilingkari oleh cincin
berlian pemberian Doni.
Saat
Darma melihat mempelai wanita putranya masuk ke dalam mobil, sudah rapi
dan bersih, terlihat segar serta berbinar wajahnya dan siap untuk
upacara pernikahan, sedangkan bayangannya yang terpantul dari kaca mobil
adalah saat Dina memandang tepat di matanya dan menjilat spermanya dari
cincin berlian pemberian putranya itu…
No comments:
Post a Comment