Poker Uang Asli - Karena jabatan suamiku sudah tidak mungkin lagi naik di
perusahaannya, untuk menambah penghasilan kami, aku meminta ijin kepada
Mas Hadi untuk bekerja, mengingat pendidikanku sebagai seorang
Accounting sama sekali tidak kumanfatkan semenjak aku menikah.
Pada
dasarnya suamiku itu selalu menuruti keinginanku, maka tanpa banyak
bicara dia mengijinkan aku bekerja, walaupun aku sendiri belum tahu
bekerja di mana, dan perusahaan mana yang akan menerimaku sebagai
seorang Accounting, karena aku sudah berkeluarga.
Bukankah kamu punya teman yang anak seorang Direktur di sini? kata suamiku di suatu malam setelah kami melakukan hubungan badan.
Iya si Yanthi, teman kuliah Ridha..! kataku.
Coba deh, kamu hubungi dia besok. Kali saja dia mau menolong kamu..! katanya lagi.
Tapi, benar nih.. Mas.. kamu ijinkan saya bekerja..?
Mas Hadi mengangguk mesra sambil menatapku kembali.
Sambil tersenyum, perlahan dia dekatkan wajahnya ke wajahku dan mendaratkan bibirnya ke bibirku.
Terimakasih.. Mas.., mmhh..! kusambut ciuman mesranya.
Dan beberapa lama kemudian kami pun mulai terangsang lagi, dan
melanjutkan persetubuhan suami istri untuk babak yang ketiga. Kenikmatan
demi kenikmatan kami raih. Hingga kami lelah dan tanpa sadar kami pun
terlelap menuju alam mimpi kami masing masing.
Perlu kuceritakan di sini bahwa Rendy, anak kami tidak bersama kami.
Dia kutitipkan ke nenek dan kakeknya yang berada di lain daerah,
walaupun masih satu kota. Kedua orangtuaku sangat menyayangi cucunya
ini, karena anakku adalah satusatunya cucu lakilaki mereka.
Siang
itu ketika aku terbangun dari mimpiku, aku tidak mendapatkan suamiku
tidur di sisiku. Aku menengok jam dinding. Rupanya suamiku sudah
berangkat kerja karena jam dinding itu sudah menunjukkan pukul sembilan
pagi. Aku teringat akan percakapan kami semalam. Maka sambil mengenakan
pakaian tidurku (tanpa BH dan celana dalam), aku beranjak dari tempat
tidur berjalan menuju ruang tamu rumahku, mengangkat telpon yang ada di
meja dan memutar nomor telpon Yanti, temanku itu.
Hallo ini Yanti..! kataku membuka pembicaraan saat kudengar telpon yang kuhubungi terangkat.
Iya.., siapa nih..? tanya Yanti.
Ini.. aku Ridha..!
Oh Ridha.., ada apa..? tanyanya lagi.
Boleh nggak sekarang aku ke rumahmu, aku kangen sama kamu nih..! kataku.
Silakan.., kebetulan aku libur hari ini..! jawab Yanti.
Oke deh.., nanti sebelum makan siang aku ke rumahmu. Masak yang enak
ya, biar aku bisa makan di sana..! kataku sambil sedikit tertawa.
Sialan luh. Oke deh.., cepetan ke sini.., ditunggu loh..!
Oke.., sampai ketemu yaa.. daah..! kataku sambil menutup gagang telpon itu.
Setelah
menelepon Yanti, aku berjalan menuju kamar mandi. Di kamar mandi itu
aku melepas pakaianku semuanya dan langsung membersihkan tubuhku. Namun
sebelumnya aku bermasturbasi sejenak dengan memasukkan jariku ke dalam
vaginaku sendiri sambil pikiranku menerawang mengingat kejadiankejadian
yang semalam baru kualami. Membayangkan penis suamiku walau tidak begitu
besar namun mampu memberikan kepuasan padaku. Dan ini merupakan
kebiasaanku.
Walaupun aku telah bersuami, namun aku selalu menutup
kenikmatan bersetubuh dengan Mas Hadi dengan bermasturbasi, karena
kadangkadang bermasturbasi lebih nikmat.
Singkat cerita, siang itu
aku sudah berada di depan rumah Yanti yang besar itu. Dan Yanti
menyambutku saat aku mengetuk pintunya.
Apa khabar Rida..? begitu katanya sambil mencium pipiku.
Seperti yang kamu lihat sekarang ini..! jawabku.
Setelah berbasabasi, Yanti membimbingku masuk ke ruangan tengah dan mempersilakan aku untuk duduk.
Sebentar ya.., kamu santailah dahulu, aku ambil minuman di belakang lalu Yanti meninggalkanku.
Aku segera duduk di sofanya yang empuk. Aku memperhatikan ke sekeliling
ruangan ini. Bagus sekali rumahnya, beda dengan rumahku. Di setiap
sudut ruang terdapat hiasanhiasan yang indah, dan pasti mahalmahal.
Fotofoto Yanti dan suaminya terpampang di dindingdinding. Sandi yang
dahulu katanya sempat menaksir aku, yang kini adalah suami Yanti,
terlihat semakin ganteng saja. Dalam pikirku berkata, menyesal juga aku
acuh tak acuh terhadapnya dahulu. Coba kalau aku terima cintanya,
mungkin aku yang akan menjadi istrinya.
Sambil terus memandangi
foto Sandi, suaminya, terlintas pula dalam ingatanku betapa pada saat
kuliah dulu lelaki keturunan Manado ini mencoba menarik perhatianku
(aku, Yanti dan Sandi memang satu kampus). Sandi memang orang kaya. Dia
adalah anak pejabat pemerintahan di Jakarta. Pada awalnya aku pun
tertarik, namun karena aku tidak suka dengan sifatnya yang sedikit
sombong, maka segala perhatiannya padaku tidak kutanggapi. Aku takut
jika tidak cocok dengannya, karena aku orangnya sangat sederhana.
Lamunannku
dikagetkan oleh munculnya Yanti. Sambil membawa minuman, Yanti berjalan
ke arah aku duduk, menaruh dua gelas sirup dan mempersilakanku untuk
minum.
Ayo Rid, diminum dulu..! katanya.
Aku mengambil sirup itu
dan meminumnya. Beberapa teguk aku minum sampai rasa dahaga yang sejak
tadi terasa hilang, aku kembali menaruh gelas itu.
Oh iya, Mas Sandi ke mana? tanyaku.
Biasa Bisnis dia, kata Yanti sambil menaruh gelasnya. Sebentar lagi
juga pulang. Sudah kutelpon koq dia, katanya dia juga kangen sama
kamu..! ujarnya lagi.
Yanti memang sampai sekarang belum
mengetahui kalau suaminya dahulu pernah naksir aku. Tapi mungkin juga
Sandi sudah memberitahukannya.
Kamu menginap yah.. di sini..! kata Yanti.
Akh enggak ah, tidak enak khan..! kataku.
Loh nggak enak gimana, kita kan sahabat. Sandi pun kenal kamu. Lagian
aku sudah mempersiapkan kamar untukmu, dan aku pun sedang ambil cuti
koq, jadi temani aku ya.., oke..! katanya.
Kasihan Mas Hadi nanti sendirian..! kataku.
Aah Mas Hadi khan selalu menurut keinginanmu, bilang saja kamu mau
menginap sehari di sini menemani aku. Apa harus aku yang bicara
padanya..?
Oke deh kalau begitu.., aku pinjam telponmu ya..! kataku.
Tuh di sana! kata Yanti sambil menujuk ke arah telepon.
Aku
segera memutar nomor telpon kantor suamiku. Dengan sedikit berbohong,
aku minta ijin untuk menginap di rumah Yanti. Dan menganjurkan Mas Hadi
untuk tidur di rumah orangtuaku. Seperti biasa Mas Hadi mengijinkan
keinginanku. Dan setelah basabasi dengan suamiku, segera kututup gagang
telpon itu.
Beres..! kataku sambil kembali duduk di sofa ruang tamu.
Nah.., gitu dong..! Ayo kutunjukkan kamarmu..! katanya sambil membimbingku.
Di belakang Yanti aku mengikuti langkahnya. Dari belakang itu juga aku
memperhatikan tubuh montoknya. Yanti tidak berubah sejak dahulu.
Pantatnya yang terbungkus celana jeans pendek yang ketat
melenggaklenggok. Pinggulnya yang ramping sungguh indah, membuatku iseng
mencubit pantat itu.
Kamu masih montok saja, Yan..! kataku sambil mencubit pantatnya.
Aw.., akh.. kamu. Kamu juga masih seksi saja. Bisabisa Mas Sandi nanti naksir kamu..! katanya sambil mencubit buah dadaku.
Kami tertawa cekikikan sampai kamar yang dipersiapkan untukku sudah di depan mataku.
Nah ini kamarmu nanti..! kata Yanti sambil membuka pintu kamar itu.
Besar
sekali kamar itu. Indah dengan hiasan interior yang berseni tinggi.
Ranjangnya yang besar dengan seprei yang terbuat dari kain beludru warna
biru, menghiasi ruangan ini. Lemari pakaian berukiran ala Bali juga
menghiasi kamar, sehingga aku yakin setiap tamu yang menginap di sini
akan merasa betah.
Akhirnya di kamar itu sambil merebahkan diri,
kami mengobrol apa saja. Dari pengalamanpengalaman dahulu hingga
kejadian kami masingmasing. Kami saling bercerita tentang keluhankeluhan
kami selama ini. Aku pun bercerita panjang mulai dari perkimpoianku
sampai sedetildetilnya, bahkan aku bercerita tentang hubungan bercinta
antara aku dan suamiku. Kadang kami tertawa, kadang kami serius saling
mendengarkan dan bercerita. Hingga pembicaraan serius mulai kucurahkan
pada sahabatku ini, bahwa aku ingin bekerja di perusahan bapaknya yang
direktur.
Gampang itu..! kata Yanti. Aku tinggal menghubungi Papa
nanti di Jakarta. Kamu pasti langsung diberi pekerjaan. Papaku kan tahu
kalau kamu adalah satusatunya sahabatku di dunia ini.. lanjutnya sambil
tertawa lepas.
Tentu saja aku senang dengan apa yang dibicarakan
oleh Yanti, dan kami pun meneruskan obrolan kami selain obrolan yang
serius barusan.
Tanpa terasa, di luar sudah gelap. Aku pun minta
ijin ke Yanti untuk mandi. Tapi Yanti malah mengajakku mandi bersama.
Dan aku tidak menolaknya. Karena aku berpikir toh samasama
wanita.Sungguh di luar dugaan, di kamar mandi ketika kami samasama
telanjang bulat, Yanti memberikan sesuatu hal yang sama sekali tidak
terpikirkan.
Sebelum air yang hangat itu membanjiri tubuh kami,
Yanti memelukku sambil tidak hentihentinya memuji keindahan tubuhku.
Semula aku risih, namun rasa risih itu hilang oleh perasaan yang lain
yang telah menjalar di sekujur tubuh. Sentuhansentuhan tangannya ke
sekujur tubuhku membuatku nikmat dan tidak kuasa aku menolaknya. Apalagi
ketika Yanti menyentuh bagian tubuhku yang sensitif.
Kelembutan
tubuh Yanti yang memelukku membuatku merinding begitu rupa. Buah dadaku
dan buah dadanya saling beradu. Sementara bulubulu lebat yang berada di
bawah perut Yanti terasa halus menyentuh daerah bawah perutku yang juga
ditumbuhi bulubulu. Namun bulubulu kemaluanku tidak selebat miliknya,
sehingga terasa sekali kelembutan itu ketika Yanti menggoyangkan
pinggulnya.
Karena suasana yang demikian, aku pun menikmati segala
apa yang dia lakukan. Kami benarbenar melupakan bahwa kami samasama
perempuan. Perasaan itu hilang akibat kenikmatan yang terus mengaliri
tubuh. Dan pada akhirnya kami saling berpandangan, saling tersenyum, dan
mulut kami pun saling berciuman.
Kedua tanganku yang semuala
tidak bergerak kini mulai melingkar di tubuhnya. Tanganku menelusuri
punggungnya yang halus dari atas sampai ke bawah dan terhenti di bagian
buah pantatnya. Buah pantat yang kencang itu secara refleks
kuremasremas. Tangan Yanti pun demikian, dengan lembut dia pun
meremasremas pantatku, membuatku semakin naik dan terbawa arus suasana.
Semakin aku mencium bibirnya dengan bernafsu, dibalasnya ciumanku itu
dengan bernafsu pula.
Hingga suatu saat ketika Yanti melepas
ciuman bibirnya, lalu mulai menciumi leherku dan semakin turun ke bawah,
bibirnya kini menemukan buah dadaku yang mengeras. Tanpa berkatakata
sambil sejenak melirik padaku, Yanti menciumi dua bukit payudaraku secar
bergantian. Napasku mulai memburu hingga akhirnya aku menjerit kecil
ketika bibir itu menghisap puting susuku. Dan sungguh aku menikmati
semuanya, karena baru pertama kali ini aku diciumi oleh seorang wanita.
Akh.., Yaantiii.., oh..! jerit kecilku sedikit menggema.
Kenapa Rid.., enak ya..! katanya di selasela menghisap putingku.
Iya.., oh.., enaaks teruus..! kataku sambil menekan kepalanya.
Diberi semangat begitu, Yanti semakin gencar menghisaphisap putingku,
namun tetap lembut dan mesra. Tangan kirinya menahan tubuhku di
punggung.
Sementara tangan kanannya turun ke bawah menuju
kemaluanku. Aku teringat akan suamiku yang sering melakukan hal serupa,
namun perbedaannya terasa sekali, Yanti sangat lembut memanjakan tubuhku
ini, mungkin karena dia juga wanita.
Setelah tangan itu berada di
kemaluanku, dengan lembut sekali dia membelainya. Jarinya sesekali
menggesek kelentitku yang masih tersembunyi, maka aku segera membuka
pahaku sedikit agar kelentitku yang terasa mengeras itu leluasa keluar.
Ketika
jari itu menyentuh kelentitku yang mengeras, semakin asyik Yanti
memainkan kelentitku itu, sehingga aku semakin tidak dapat mengendalikan
tubuhku. Aku menggelinjang hebat ketika rasa geli campur nikmat
menjamah tubuhku. Poriporiku sudah mengeluarkan keringat dingin, di
dalam liang vaginaku sudah terasa ada cairan hangat yang mengalir
perlahan, pertanda rangsangan yang sungguh membuatku menjadi nikmat.
Ketika
tanganku menekan bagian atas kepalanya, bibir Yanti yang menghisap
kedua putingku secara bergantian segera berhenti. Ada keinginan pada
diriku dan Yanti mengerti akan keinginanku itu. Namun sebelumnya,
kembali dia pada posisi wajahnya di depan wajahku. Tersungging senyuman
yang manis.
Ingin yang lebih ya..? kata Santi.
Sambil
tersenyum aku mengangguk pelan. Tubuhku diangkatnya dan aku duduk di
ujung bak mandi yang terbuat dari porselen. Setelah aku memposisikan
sedemikian rupa, tangan Yanti dengan cekatan membuka kedua pahaku
lebarlebar, maka vaginaku kini terkuak bebas. Dengan posisi berlutut,
Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Aku menunggu perlakuannya
dengan jantung yang berdebar kencang.
Napasku turun naik, dadaku
terasa panas, begitu pula vaginaku yang terlihat pada cermin yang
terletak di depanku sudah mengkilat akibat basah, terasa hangat. Namun
rasa hangat itu disejukkan oleh angin yang keluar dari kedua lubang
hidung Yanti. Tangan Yanti kembali membelai vaginaku, menguakkan
belahannya untuk menyentuh kelentitku yang semakin menegang.
Agak
lama Yanti membelaibelai kemaluanku itu yang sekaligus mempermainkan
kelentitku. Sementara mulutnya menciumi pusar dan sekitarnya. Tentu saja
aku menjadi kegelian dan sedikit tertawa. Namun Yanti terus saja
melakukan itu.
Hingga pada suatu saat, Eiist aakh aawh Yanthhii akh
mmhh ssh..! begitu suara yang keluar dari mulutku tanpa disadari, ketika
mulutnya semakin turun dan mencium vaginaku.
Kedua tangan Yanti memegangi pinggul dan pantatku menahan gerakanku yang menggelinjang nikmat.
Kini
ujung lidahnya yang menyentuh kelentitku. Betapa pintar dia
mempermainkan ujung lidah itu pada daging kecilku, sampai aku kembali
tidak sadar berteriak ketika cairan di dalam vaginaku mengalir keluar.
Oohh Yantii ennaakss sekaalii..! begitu teriakku.
Aku
mulai menggoyangkan pinggulku, memancing nikmat yang lebih. Yanti masih
pada posisinya, hanya sekarang yang dijilati bukan hanya kelentitku
tapi lubang vaginaku yang panas itu. Tubuhku bergetar begitu hebat.
Gerakan tubuhku mulai tidak karuan. Hingga beberapa menit kemudian,
ketika terasa orgasmeku mulai memuncak, tanganku memegang bagian
belakang kepalanya dan mendorongnya. Karuan saja wajah Yanti semakin
terpendam di selangkanganku.
Hissapp Yantiii..! Ooh.., aku.. akuu.. mau.. keluaar..! jeritku.
Yanti berhenti menjilat kelentitku, kini dia mencium dan menghisap kuat lubang kemaluanku.
Maka.., Yaantii.., aku.. keluaar..! Oh.., aku.. keluar.. nikmaathhs..
ssh..! bersamaan dengan teriakku itu, maka aku pun mencapai orgasme.
Tubuhku seakan melayang entah kemana. Wajahku menengadah dengan mata
terpejam merasakan berjutajuta nikmat yang sekian detik menjamah tubuh,
hingga akhirnya aku melemas dan kembali pada posisi duduk. Maka Yanti
pun melepas hisapannya pada vaginaku.
Dia berdiri, mendekatkan
wajahnya ke hadapan wajahku, dan kembali dia mencium bibirku yang
terbuka. Napasku yang tersengalsengal disumbat oleh mulut Yanti yang
menciumku. Kubalas ciuman mesranya itu setelah tubuhku mulai tenang.
Terimakasih Yanti.., enak sekali barusan..! kataku sambil tersenyum.
Yanti pun membalas senyumanku. Dia membantuku turun dari atas bak mandi itu.
Kamu mau nggak dikeluarin..? kataku lagi.
Nanti sajalah.., lagian udah gatel nih badanku. Sekarang mending kita mandi..! jawabnya sambil menyalakan shower.
Akhirnya
kusetujui usul itu, sebab badanku masih lemas akibat nikmat tadi. Dan
rupanya Yanti tahu kalau aku kurang bertenaga, maka aku pun
dimandikannya, disabuni, diperlakukan layaknya seorang anak kecil. Aku
hanya tertawa kecil. Isengiseng kami pun saling menyentuh bagian tubuh
kami masingmasing. Begitupula sebaliknya, ketika giliran Yanti yang
mandi, aku lah yang menyabuni tubuhnya.
Setelah selesai mandi,
kami pun keluar dari kamar mandi itu secara bersamaan. Sambil
berpelukan, pundak kami hanya memakai handuk yang menutup tubuh kami
dari dada sampai pangkal paha, dan sama sekali tidak mengenakan dalaman.
Aku berjalan menuju kamarku sedang Yanti menuju kamarnya sendiri. Di
dalam kamar aku tidak langsung mengenakan baju. Aku masih membayangkan
kejadian barusan. Seolaholah rasa nikmat tadi masih mengikutiku.
Di
depan cermin, kubuka kain handuk yang menutupi tubuhku. Handuk itu
jatuh terjuntai ke lantai, dan aku mulai memperhatikan tubuh telanjangku
sendiri. Ada kebanggaan dalam hatiku. Setelah tadi melihat tubuh
telanjang Yanti yang indah, ternyata tubuhku lebih indah. Yanti memang
seksi, hanya dia terlalu ramping sehingga sepintas tubuhnya itu terlihat
kurus. Sedangkan tubuhku agak montok namun tidak terkesan gemuk.
Entah
keturunan atau tidak, memang demikianlah keadaan tubuhku. Kedua
payudaraku berukuran 34B dengan puting yang mencuat ke atas, padahal aku
pernah menyusui anakku. Sedangkan payudara Yanti berukuran 32 tapi juga
dengan puting yang mencuat ke atas juga.
Kuputar tubuhku setengah
putaran. Kuperhatikan belahan pantatku. Bukit pantatku masih kencang,
namun sudah agak turun, karena aku pernah melahirkan. Berbeda dengan
pantat milik Yanti yang masih seperti pantat gadis perawan, seperti
pantat bebek.
Kalau kuperhatikan dari pinggir tubuhku, nampak
perutku yang ramping. Vaginaku nampak menonjol keluar. Bulubulu
kemaluanku tidak lebat, walaupun pernah kucukur pada saat aku
melahirkan. Padahal kedua tangan dan kedua kakiku tumbuh bulubulu tipis,
tapi pertumbuhan bulu kemaluanku rupanya sudah maksimal. Lain halnya
dengan Yanti, walaupun perutnya lebih ramping dibanding aku, namun
kemaluannya tidak menonjol alias rata. Dan daerah itu ditumbuhi bulubulu
yang lebat namun tertata rapi.
Setelah puas memperhatikan tubuhku
sendiri (sambil membandingkan dengan tubuh Yanti), aku pun membuka
tasku dan mengambil celana dalam dan Braku. Kemudian kukenakan kedua
pakaian rahasiaku itu setelah sekujur tubuhku kulumuri bedak. Namun aku
agak sedikit kaget dengan teriakan Yanti dari kamarnya yang tidak begitu
jauh dari kamar ini.
Rida..! Ini baju tidurmu..! begitu teriaknya.
Maka aku pun mengambil handuk yang berada di lantai. Sambil berjalan
kukenakan handuk itu menutupi tubuhku seperti tadi, lalu keluar menuju
kamarnya yang hanya beberapa langkah. Pintu kamarnya ternyata tidak
dikunci. Karena mungkin Yanti tahu kedatanganku, maka dia mempersilakan
aku masuk.
Masuk sini Rid..! kataya dari dalam kamar.
Kudorong
daun pintu kamarnya. Aku melihat di dalam kamar itu tubuh Yanti yang
telanjang merebah di atas kasur. Tersungging senyuman di bibirnya.
Karena aku sudah melangkah masuk, maka kuhampiri tubuh telanjang itu.
Kamu belum pake baju, Yan..? kataku sambil duduk di tepi ranjang.
Akh.., gampang tinggal pake itu, tuh..! kata Yanti sambil tangannya menunjuk tumpukan gaun tidur yang berada di ujung ranjang.
Lalu dia berkata lagi, Kamu sudah pake daleman, ya..?
Aku mengangguk, Iya..!
Kuperhatikan dadanya turun naik. Napasnya terdengar memburu. Apakah dia sedang bernafsu sekarang.., entahlah.
Lalu tangan Yanti mencoba meraihku. Sejenak dia membelai tubuhku yang
terbungkus handuk itu sambil berkata, Kamu mengairahkan sekali memakai
ini..!
Akh.., masa sih..! kataku sambil tersenyum dan sedikit menggeser tubuhku lebih mendekat ke tubuh Yanti.
Benar.., kalo nggak percaya.., emm.. kalo nggak percaya..! kata Yanti sedikit menahan katakatanya.
Kalo nggak percaya apa..? tanyaku.
Kalo nggak percaya..! sejenak matanya melirik ke arah belakangku.
Kalo nggak percaya tanya saja sama orang di belakangmu hi.. hi..! katanya lagi.
Segera
aku memalingkan wajahku ke arah belakangku. Dan.., (hampir saja aku
teriak kalau mulutku tidak buruburu kututup oleh tanganku), dengan jelas
sekali di belakangku berdiri tubuh lelaki dengan hanya mengenakan
celana dalam berwarna putih yang tidak lain adalah Mas Sandi suami Yanti
itu. Dengan refleks karena kaget aku langsung berdiri dan bermaksud
lari dari ruangan ini. Namun tangan Yanti lebih cepat menangkap tanganku
lalu menarikku sehingga aku pun terjatuh dengan posisi duduk lagi di
ranjang yang empuk itu.
Mau kemana.. Rida.., udah di sini temani aku..! kata Yanti setengah berbisik.
Aku tidak sempat berkatakata ketika Mas Sandi mulai bergerak berjalan
menuju aku. Dadaku mulai berdebardebar. Ada perasaan malu di dalam
hatiku.
Halo.., Rida. Lama tidak bertemu ya suara Mas Sandi menggema di ruangan itu.
Tangannya mendarat di pundakku, dan lama bertengger di situ.
Aku
yang gelagapan tentu saja semakin gelagapan. Namun ketika tangan Yanti
dilepaskan dari cengkramannya, pada saat itu tidak ada keinginanku untuk
menghindar. Tubuhku terasa kaku, sama sekali aku tidak dapat bergerak.
Lidahku pun terasa kelu, namun beberapa saat aku memaksa bibirku
berkatakata.
Apaapaan ini..? tanyaku parau sambil melihat ke arah Yanti.
Sementara tangan yang tadi bertengger di bahuku mulai bergerak
membelaibelai. Serr.., tubuhku mulai merinding. Terasa bulubulu halus di
tangan dan kaki berdiri tegak.
Rupanya Sentuhan tangan Mas Sandi
mampu membangkitkan birahiku kembali. Apalagi ketika terasa di bahuku
yang sebelah kiri juga didarati oleh tangan Mas Sandi yang satunya lagi.
Perasaan malu yang tadi segera sirna. Tubuhku semakin merinding. Mataku
tanpa sadar terpejam menikmati dalamdalam sentuhan tangan Mas Sandi di
bahuku itu.
Pijatanpijatan kecil di bahuku terasa nyaman dan enak
sekali. Aku begitu menikmati apa yang terasa. Hingga beberapa saat
kemudian tubuhku melemas. Kepalaku mulai tertahan oleh perut Mas Sandi
yang masih berada di belakangku. Sejenak aku membuka mataku, nampak
Yanti membelai vaginanya sendiri dengan tangan kanannya, sementara
tangan kirinya meremas pelan kedua payudaranya secara bergantian.
Tersungging senyuman di bibirnya.
Nikmati Rida..! Nikmati apa yang kamu sekarang rasakan..! suara Yanti masih sedikit membisik.
Aku masih terbuai oleh sentuhan kedua tangan Mas Sandi yang mulai
mendarat di daerah atas payudarara yang tidak tertutup. Mataku masih
terpejam.
Ini.. kan yang kamu inginkan. Kupinjamkan suamiku..! kata Yanti lagi.
Mataku terbuka dan kembali memperhatikan Yanti yang masih dengan posisinya.
Ayo Mas..! Nikmati Rida yang pernah kamu taksir dulu..! kata Yanti lagi.
Tentu saja Sayang.., asal.. kamu ijinkan..! kata suara berat Mas Sandi.
Tubuhnya
dibungkukkan. Kemudian wajahnya ditempelkan di bagian atas kepalaku.
Terasa bibirnya mencium mesra daerah itu. Kembali aku memejamkan mata.
Bulubuluku semakin keras berdiri. Sentuhan lembut tangan Mas Sandi
benarbenar nikmat. Sangat pintar sekali sentuhan itu memancing gairahku
untuk bangkit. Apalagi ketika tangan Mas Sandi sebelah kanan berusaha
membuka kain handuk yang masih menutupi tubuhku itu.
Oh.., Mas..,
Maas jangaan Mas..! aku hanya dapat berkata begitu tanpa kuasa menahan
tindakan Mas Sandi yang telah berhasil membuka handuk dan membuangnya
jauhjauh.
Tinggallah tubuh setengah bugilku. Kini gairahku sudah memuncak dan aku mulai lupa dengan keadaanku. Aku sudah terbius suasana.
Mas
Sandi mulai berlutut, namun masih pada posisi di belakangku. Kembali
dia membelai seluruh tubuhku. Dari punggungku, lalu ke perut, naik ke
atas, leherku pun kena giliran disentuhnya, dan aku mendesah nikmat
ketika leherku mulai dicium mesra oleh Mas Sandi. Sementara
desahandesahan kecil terdengar dari mulut Yanti.
Aku melirik
sejenak ke arah Yanti, rupanya dia sedang masturbasi. Lalu aku
memejamkan mata lagi, kepalaku kutengadahkan memberikan ruangan pada
leherku untuk diciumi Mas Sandi. Persaanku sudah tidak malumalu lagi,
aku sudah kepalang basah. Aku lupa bahwa aku telah bersuami, dan aku
benarbenar akan merasakan apa yang akan kurasakan nanti, dengan lelaki
yang bukan suamiku.
Buka ya.. BHnya, Rida..! kata Mas Sandi sambil melepas kancing tali BHku dari punggung.
Beberapa detik BH itu terlepas, maka terasa bebas kedua payudaraku yang
sejak tadi tertekan karena mengeras. Suara Yanti semakin keras, rupanya
dia mencapai orgasmenya. Kembali aku melirik Yanti yang membenamkan
jari manis dan jari telunjuknya ke dalam vaginanya sendiri. Nampak dia
mengejang dengan mengangkat pinggulnya.
Akh.., nikmaats ooh nikmaatts.. sekalii..! begitu katakata yang keluar dari mulutnya.
Dan tidak lama kemudian dia terkulai lemas di ranjang itu. Sementara Mas Sandi sibuk dengan kegiatannya.
Kini
kedua payudaraku sudah diremasi dengan mesra oleh kedua telapak
tangannya dari belakang. Sambil terus bibirnya menjilati inci demi inci
kulit leherku seluruhnya. Sedang enakenaknya aku, tibatiba ada yang
menarik celana dalamku. Aku membuka mataku, rupanya Yanti berusaha untuk
melepas celana dalamku itu. Maka kuangkat pantatku sejenak memudahkan
celana dalamku dilepas oleh Yanti. Maka setelah lepas, celana dalam itu
juga dibuang jauhjauh oleh Yanti.
Aku menggeser posisi dudukku
menuju ke bagian tengah ranjang itu. Mas Sandi mengikuti gerakanku masih
dari belakang, sekarang dia tidak berlutut, namun duduk tepat di
belakang tubuhku. Kedua kakinya diselonjorkan, maka pantatku kini berada
di antara selangkangan milik Mas Sandi. Terasa oleh pantatku ada
tonjolan keras di selangkangan. Rupanya penis Mas Sandi sudah tegang
maksimal.
Lalu Yanti membuka lebarlebar pahaku, sehingga kakiku
berada di atas paha Mas Sandi. Lalu dengan posisi tidur telungkup, Yanti
mendekatkan wajahnya ke selangkanganku, dan apa yang terjadi
Awwh
ooh eeisth.. aakh..! aku menjerit nikmat ketika kembali kurasakan
lidahnya menyapunyapu belahan vaginaku, terasa kelentitku semakin
menegang, dan aku tidak dapat mengendalikan diri akibat nikmat, geli,
enak, dan lain sebagainya menyatu di tubuhku.
Kembali kepalaku
menengadah sambil mulutku terbuka. Maka Mas Sandi tidak menyianyiakan
kesempatan ini. Dia tahu maksudku. Dari belakang, bibirnya langsung
melumat bibirku yang terbuka itu dengan nafsunya. Maka kubalas ciuman
itu dengan nafsu pula. Dia menyedot, aku menyedot pula. Terjadilah
pertukaran air liur Mas Sandi dengan air liurku. Terciuma aroma rokok
pada mulutnya, namun aroma itu tidak mengganggu kenikmatan ini.
Kedua
tangan Mas Sandi semakin keras meremas kedua payudaraku, namun
menimbulkan nikmat yang teramat, sementara di bawah Yanti semakin
mengasyikkan. Dia terus menjilat dan mencium vaginaku yang telah banjir.
Banjir oleh cairan pelicin vaginaku dan air liur Yanti.
Mmmhh akh mmhh..! bibirku masih dilumati oleh bibir Mas Sandi.
Tubuhku
semakin panas dan mulai memberikan tandatanda bahwa aku akan mencapai
puncak kenikmatan yang kutuju. Pada akhirnya, ketika remasan pada
payudaraku itu semakin keras, dan Yanti menjilat, mencium dan menghisap
vaginaku semakin liar, tubuhku menegang kaku, keringat dingin bercucuran
dan mereka tahu bahwa aku sedang menikmati orgasmeku. Aku mengangkat
pinggulku, otomatis ciuman Yanti terlepas. Semakin orgasmeku terasa
ketika jari telujuk dan jari manis Yanti dimasukkan ke liang vaginaku,
kemudian dicabutnya setengah, lalu dimasukkan lagi.
Perlakuan
Yanti itu berulangulang, yaitu mengeluarmasukkan kedua jarinya ke dalam
lubang vaginaku. Tidak dapat diungkapkan dengan katakata betapa nikmat
dan enak pada saat itu.
Aakh aawhh nikmaatss terus.. Yantii.. oooh yang cepaat.. akh..! teriakku.
Tubuh Mas Sandi menahan tubuhku yang mengejang itu. Jarinya
memilinmilin puting susuku. Bibirnya mengulum telingaku sambil
membisikkan sesuatu yang membuatku semakin melayang. Bisikanbisikan yang
memujiku itu tidak pernah kudengar dari Mas Hadi, suamiku.
Ayo
cantik..! Nikmatilah orgasmemu.., jangan kamu tahan, keluarkan semuanya
Sayang..! Nikmatilah.., nikmatilah..! Oh.., kamu cantik sekali jika
orgasme..! begitu bisikan yang keluar dari mulut Mas Sandi sambil terus
mengulum telingaku.
Aakh.. Maass, aduh.. Yanti.., nikmaats oh enaaks.. sekali..! teriakku.
Akhirnya tubuh kejangku mulai mengendur, diikuti dengan turunnya kenikmatan orgasmeku itu.
Perlahan sekali tubuhku turun dan akhirnya terkulai lemas di pangkuan Mas Sandi. Lalu tubuh Yanti mendekapku.
Dia berbisik padaku, Ini.. belum seberapanya Sayaang.., nanti akan kamu
rasakan punya suamiku..! sambil berkata demikian dia mencium keningku.
Mas Sandi beranjak dari duduknya dan berjalan entah ke arah mana,
karena pada saat itu mataku masih terpenjam seakan enggan terbuka.
Entah
berapa lama aku terlelap. Ketika kusadar, kubuka mataku perlahan dan
mencaricari Yanti dan Mas Sandi sejenak. Mereka tidak ada di kamar ini,
dan rupanya mereka membiarkanku tertidur sendiri. Aku menengok jam
dinding. Sudah pukul sepuluh malam. Segera aku bangkit dari posisi
tidurku, lalu berjalan menuju pintu kamar. Telingaku mendengar alunan
suara musik klasik yang berasal dari ruangan tamu. Dan ketika kubuka
pintu kamar itu yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu, mataku
menemukan suatu adegan dimana Yanti dan suaminya sedang melakukan
persetubuhan.
Yanti dengan posisi menelentang di sofa sedang
ditindih oleh Mas Sandi dari atas. Terlihat tubuh Mas Sandi sedang naik
turun. Segera mataku kutujukan pada selangkangan mereka. Jelas terlihat
penis Mas Sandi yang berkilat sedang keluar masuk di vagina Yanti.
Terdengar pula eranganerangan yang keluar dari mulut Yanti yang sedang
menikmati hujaman penis itu di vaginanya, membuat tubuhku perlahan
memanas. Segera saja kuhampiri mereka dan duduk tepat di depan tubuh
mereka.
Di selasela kenikmatan, Yanti menatapku dan tersenyum.
Rupanya Mas Sandi memperhatikan istrinya dan sejenak dia menghentikan
gerakannya dan menengok ke belakang, ke arahku.
Akh Mas.., jangan berhentiii doong..! Oh..! kata Yanti.
Dan Mas Sandi kembali berkonsentrasi lagi dengan kegiatannya. Kembali
terdengar desahandesahan nikmat Yanti yang membahana ke seluruh ruangan
tamu itu. Aku kembali gelagapan, kembali resah dan tubuhku semakin
panas. Dengan refleks tanganku membelai vaginaku sendiri.
Oh.. Ridhaa.., nikmat sekaallii.. loh..! Akuu ooh mmh..! kata Yanti kepadaku.
Aku melihat wajah nikmat Yanti yang begitu cantik. Kepalannya kadang
mendongak ke atas, matanya terpejampejam. Sesekali dia gigit bibir
bawahnya. Kedua tangannya melingkar pada pantat suaminya, dan
menariknarik pantat itu dengan keras sekali. Aku melihat penis Mas Sandi
yang besar itu semakin amblas di vagina Yanti. Samakin mengkilat saja
penis itu.
Oh Mas.., aku hampiir sampaaii..! Teruus Mas terus..! Lebih keras lagiih.., oooh akh..! kata Yanti.
Yanti mengangkat tinggitinggi pinggulnya, Mas Sandi terus dengan gerakannya menaikturunkan tubuhnya dalam kondisi pushup.
Maass.., akuuu keluaar..! Aakh mhh nikmaats.., mmh..! kata Yanti lagi dengan tubuh yang mengejang.
Rupanya Yanti mencapai orgasmenya. Tangannya yang tadi melingkar di pantat suaminya, kini berpindah melingkar di punggung.
Mas Sandi berhenti bergerak dan membiarkan penis itu menancap dalam di lubang kemaluan Yanti.
Owhh banyak sekali Sayang.. keluarnya. Hangat sekali memekmu..! kata Mas Sandi sambil menciumi wajah istrinya.
Dapat
kubayangkan perasaan Yanti pada saat itu. Betapa nikmatnya dia. Dan aku
pun belingsatan dengan merubahrubah posisi dudukku di depan mereka.
Beberapa saat kemudian, Yanti mulai melemas dari kejangnya dan merubah
posisinya. Segera dia turun dari sofa ketika Mas Sandi mencabut penis
dari lubang kenikmatan itu. Aku melihat dengan jelas betapa besar dan
panjang penis Mas Sandi. Dan ini baru pertama kali aku melihatnya,
karena waktu tadi di dalam kamar, Mas Sandi masih menutupi penisnya
dengan celana dalam.
Dengan segera Yanti menungging. Lalu segera pula Mas Sandi berlutut di depan pantat itu.
Giliranmu Mas..! Ayoo..! kata Yanti.
Tangan Mas Sandi menggenggam penis itu dan mengarahkan langsung ke
lubang vagina Yanti. Segera dia menekan pantatnya dan melesaklah penis
itu ke dalam vagina istrinya, diikuti dengan lenguhan Yanti yang sedikit
tertahan.
Owwh Maas aakh..!
Aduuh Yantii.., jepit Sayangh..! kata Mas Sandi.
Lalu
kaki Yanti dirapatkan sedemikian rupa. Dan segera pantat Mas Sandi
mulai mundur dan maju.Ufh.., pemandangan yang begitu indah yang kulihat
sekarang. Baru kali ini aku menyaksikan sepasang manusia bersetubuh
tepat di depanku secara langsung. Semakin mereka mempercepat tempo
gerakannya, semakin aku terangsang begitu rupa. Tanganku yang tadi hanya
membelaibelai vaginaku, kini mulai menyentuh kelentitku.
Kenikmatan
mulai mengaliri tubuhku dan semakin aku tidak tahan, sehingga aku
memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri. Aku sendiri sangat
menikmati masturbasiku tanpa lepas pandanganku pada mereka. Belum lagi
telingaku jelas mendengar desahan dan rintihan Yanti, aku dapat
membayangkan apa yang dirasakan Yanti dan aku sangat ingin sekali
merasakannya, merasakan vaginaku pun dimasukkan oleh penis Mas Sandi.
Beberapa saat kemudian Mas Sandi mulai melenguh keras. Kuhentikan kegiatanku dan terus memperhatikan mereka.
Aakhh Yantii nikmaats aakh aku keluaar..! teriak Mas Sandi membahana.
Oh Maas akuu juggaa akh..!
Kedua tubuh itu bersamaan mengejang. Mereka mencapai orgasmenya secara bersamasama.
Penis
Mas Sandi masih menancap di vagina Yanti sampai akhirnya mereka
melemas, dan dari belakang tubuh Yanti, Mas Sandi memeluknya sambil
meremas kedua payudara Yanti. Mas Sandi memasukkan semua spermanya ke
dalam vagina Yanti.
Lama sekali aku melihat mereka tidak bergerak.
Rupanya mereka sangat kelelahan. Di sofa itu mereka tertidur
bertumpukan. Tubuh Yanti berada di bawah tubuh Mas Sandi yang
menindihnya. Mata mereka terpejam seolah tidak menghiraukan aku yang
duduk terpaku di depannya. Hingga aku pun mulai bangkit dari dudukku dan
beranjak pergi menuju kamarku. Sesampai di kamar aku baru sadar kalau
aku masih telanjang bulat. Maka aku pun balik lagi menuju kamar Yanti di
mana celana dalam dan BH yang akan kupakai berada di sana.
Selagi
aku berjalan melewati ruang tamu itu, aku melihat mereka masih terkulai
di sofa itu. Tanpa menghiraukan mereka, aku terus berjalan memasuki
kamar Yanti dan memungut celana dalam dan BH yang ada di lantai. Setelah
kukenakan semuanya, kembali aku berjalan menuju kamarku dan sempat
sekali lagi aku menengok mereka di sofa itu pada saat aku melewati ruang
tamu.
Sesampai di kamar, entah kenapa rasa lelah dan kantukku
hilang. Aku menjadi semakin resah membayangkan kejadian yang baru
kualami. Pertama ketika aku dimasturbasikan oleh suami istri itu. Dan
yang kedua aku terus membayangkan kejadian di mana mereka melakukan
persetubuhan yang hebat itu. Keinginanku untuk merasakan penis Mas Sandi
sangat besar. Aku mengharapkan sekali Mas Sandi sekarang menghampiri
dan menikmatiku. Namun itu mungkin tidak terjadi, karena aku melihat
mereka sudah lelah sekali.
Entah sudah berapa kali mereka
bersetubuh pada saat aku terlelap tadi. Aku semakin tidak dapat menahan
gejolak birahiku sendiri hingga aku merebahkan diri di kasur empuk.
Dengan posisi telungkup, aku mulai memejamkan mata dengan maksud agar
aku terlelap. Namun semua itu siasia. Karena kembali kejadiankejadian
barusan terus membayangiku. Secara cepat aku teringat bahwa tadi ketika
mereka bersetubuh, aku melakukan masturbasi sendiri dan itu tidak
selesai. Maka tanganku segera kuselipkan di selangkanganku. Aku membelai
kembali vaginaku yang terasa panas itu.
Dan ketika tanganku masuk
ke dalam celanaku, aku mulai menyentuh klitorisku. Kembali aku nikmat.
Aku tidak kuasa membendung perasaan itu, dan jariku mulai menemukan
lubang kemaluanku yang berlendir itu. Dengan berusaha membayangkan Mas
Sandi menyetubuhiku, kumasukkan jari tengahku ke dalam lubang itu
dalamdalam. Kelembutan di dalam vaginaku dan gesekan di
dindingdindingnya membuatku mendesah kecil.
Sambil
mengeluarmasukkan jari tengahku, aku membayangkan betapa besar dan
panjangnya penis Mas Sandi. Beda sekali dengan penis Mas Hadi yang
kumiliki. Kemaluan Mas Sandi panjang dan besarnya normalnormal saja.
Sedangkan milik Mas Sandi, sudah panjang dan besar, dihiasi oleh
uraturatnya yang menonjol di lingkaran batang kemaluannya. Itu semua
kulihat tadi dan kini terbayang di dalam benakku.
Beberapa menit
kemudian, ketika ada sesuatu yang lain di dalam vaginaku, semakin
kupercepat jari ini kukeluarmasukkan. Sambil terus membayangi Mas Sandi
yang menyetubuhiku, dan aku sama sekali tidak membayangkan suamiku
sendiri. Setiap bayangan suamiku muncul, cepatcepat kubuang bayangan
itu, hingga kembali Mas Sandi lah yang kubayangkan.
Tanpa sadar,
ketika aku akan mencapai orgasme, aku membalikan badan dan aku
memasukkan jari telunjuk ke dalam lubang vaginaku. Dalam keadaan
telentang aku mengangkangkan selebar mungkin pahaku. Kini dua jariku
yang keluar masuk di lubang vaginaku. Maka kenikmatan itu berlanjut
hebat sehingga tanpa sadar aku memanggilmanggil pelan nama Mas Sandi.
Akh sshh Masss Sandii Okh Mass.. Mas.. Sandi.. aakkh..! itulah yang keluar dari mulutku.
Seer aku merasa kedua jariku hangat sekali dan semakin licin. Aku
mengangkat ke atas pinggulku sambil tidak melepas kedua jariku menancap
di lubang vaginaku. Beberapa lama tubuhku merinding, mengejang, dan
nikmat tidak terkira. Sampai pada akhirnya aku melemas dan pinggulku
turun secara cepat ketika kenikmatan itu perlahan berkurang.
Aku
mencabut jari jemariku dan cairan yang menempel di jarijari itu segera
kujilati. Asin campur gurih yang kurasakan di lidahku. Dengat mata yang
terpejampejam kembali aku membayangkan penis Mas Sandi yang sedang
kuciumi, kuhisap, dan kurasakan. Cairan yang asin dan gurih itu
kubayangkan sperma Mas Sandi. Ohhh.., nikmatnya semua ini.
Dan
setelah aku puas, barulah kuhentikan hayalanhayalanku itu. Kutarik
selimut yang ada di sampingku dan menutupi sekujur tubuhku yang mulai
mendingin. Aku tersenyum sejenak mengingat hal yang barusan, gila aku
masturbasi dengan membayangkan suami orang lain.
Pagi harinya,
ketika aku terjaga dari tidurku dan membuka mataku, aku melihat di balik
jendela kamar sudah terang. Jam berapa sekarang, pikirku. Aku menengok
jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Aku kaget dan bangkit
dari posisi tidurku. Ufh.., lemas sekali badan ini rasanya. Kukenakan
celana dalamku. Karena udara sedikit dingin, kubalut tubuhku dengan
selimut dan mulai berdiri.
Ketika berdiri, sedikit kugerakgerakan
tubuhku dengan maksud agar rasa lemas itu segera hilang. Lalu dengan
gontai aku berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintu yang tidak
terkunci.
Karena aku ingin pipis, segera aku berjalan menuju kamar
mandi, sesampainya di kamar mandi segera kuturunkan celana dalamku dan
berjongkok. Keluarlah air hangat urineku dari liang vagina. Sangat
banyak sekali air kencingku, sampaisampai aku pegal berjongkok. Beberapa
saat kemudian, ketika air kencingku habis, segera kubersihkan vaginaku
dan kembali aku mengenakan celana dalamku, lalu kembali pula aku
melingkari kain selimut itu, karena hanya kain ini yang dapat kupakai
untuk menahan rasa dingin, baju tidur yang akan dipinjamkan oleh Yanti
masih berada di kamarnya.
Aku keluar dari kamar mandi itu, lalu
berjalan menuju ruangan dapur yang berada tidak jauh dari kamar mandi
itu, karena tenggorokanku terasa haus sekali. Di dapur itu aku mengambil
segelas air dan meminumnya.
Setelah minum aku berjalan lagi
menuju kamarku. Namun ketika sampai di pintu kamar, sejenak pandangan
mataku menuju ke arah ruang tamu. Di sana terdapat Mas Sandi sedang
duduk di sofa sambil menghisap sebatang rokok. Matanya memandangku
tajam, namun bibirnya memperlihatkan senyumnya yang manis. Dengan
berbalut kain selimut di tubuhku, aku menghampiri Mas Sandi yang
memperhatikan aku. Lalu aku duduk di sofa yang terletak di depannya. Aku
membalas tatapan Mas Sandi itu dengan menyunggingkan senyumanku.
Yanti mana..? tanyaku padanya membuka pembicaraan.
Sedang ke warung sebentar, katanya sih mau beli makanan..! jawabnya.
Mas Sandi tidak kerja hari ini..?
Tidak akh.., malas sekali hari ini. Lagian khan aku tak mau kehilangan
kesempatan..! sambil berkata demikian dengan posisi berlutut dia
menghampiriku.
Setelah tepat di depanku, segera tangannya melepas
kain selimut yang membungkusi tubuhku. Lalu dengan cepat sekali dia
mulai merabaraba tubuhku dari ujung kaki sampai ujung pahaku.
Diperlakukan demikian tentu saja aku geli. Segera bulubulu tubuhku
berdiri.
Akh Mas..! Gellii..! kataku.
Mas Sandi tidak menghiraukan katakataku itu.
Kini
dia mulai mendaratkan bibirnya ke seluruh kulit kakiku dari bawah
sampai ke atas. Perlakuannya itu berulangulang, sehingga menciptakan
rasa geli campur nikmat yang membuatku terangsang. Lama sekali perlakuan
itu dilakukan oleh Mas Sandi, dan aku pun semakin terangsang.
Akh Mas..! Oh.., mmh..! aku memegang bagian belakang kepala Mas Sandi dan menariknya ketika mulut lelaki itu mencium vaginaku.
Semakin aku mengangkangkan pahaku, dengan mesranya lidah Mas Sandi
mulai menjilat kemaluanku itu. Tubuhku mulai bergerakgerak tidak
beraturan, merasakan nikmat yang tiada tara di sekujur tubuhku.
Aku
membuang kain selimut yang masih menempel di tubuhku ke lantai,
sementara Mas Sandi masih dengan kegiatannya, yaitu menciumi dan
menjilati vaginaku. Aku menengadah menahan nikmat, kedua kakiku naik di
tumpangkan di kedua bahunya, namun tangan Mas Sandi menurunkannya dan
berusaha membuka lebarlebar kedua pahaku itu. Karuan saja selangkanganku
semakin terkuak lebar dan belahan vaginaku semakin membelah.
Akh.. Mas..! Shh.. nikmaats..! Terus Mass..! rintihku.
Kedua
tangan Mas Sandi ke atas untuk meremas payudaraku yang terasa sudah
mengeras, remasan itu membuatku semakin nikmat saja, dan itu membuat
tubuhku semakin menggelinjang. Segera aku menambah kenikmatanku dengan
menguakkan belahan vaginaku, jariku menyentuh kelentitku sendiri. Oh..,
betapa nikmat yang kurasakan, liang kemaluanku sedang disodok oleh ujung
lidah Mas Sandi, kedua payudaraku diremasremas, dan kelentitku kusentuh
dan kupermainkan. Sehingga beberapa detik kemudian terasa tubuhku
mengejang hebat disertai perasaan nikmat teramat sangat dikarenakan aku
mulai mendekati orgasmeku.
Oh Mas..! Aku aku akh.., nikmaats mhh..! bersamaan dengan itu aku mencapai klimaksku.
Tubuhku melayang entah kemana, dan sungguh aku sangat menikmatinya.
Apalagi ketika Mas Sandi menyedot keras lubang kemaluanku itu. Tahu
bahwa aku sudah mencapai klimaks, Mas Sandi menghentikan kegiatannya dan
segera memelukku, mecium bibirku.
Kamu sungguh cantik, Ridha..,
aku cinta padamu..! sambil berkata demikian, dengan pinggulnya dia
membuka kembali pahaku, dan terasa batang kemaluannya menyentuh dinding
kemaluannku.
Segera tanganku menggenggam kemaluan itu dan mengarahkan langsung tepat ke liang vaginaku.
Lakukan Mas..! Lakukan sekarang..! Berikan cintamu padaku sekarang..! kataku sambil menerima setiap ciuman di bibirku.
Mas
Sandi dengan perlahan memajukan pinggulnya, maka terasa di liang
vaginaku ada yang melesak masuk ke dalamnya. Gesekan itu membuatku
kembali menengadah, sehingga ciumanku terlepas. Betapa panjang dan besar
kurasakan. Sampai aku merasakan ujung kemaluan itu menyentuh dinding
rahimku.
Suamimu sepanjang inikah..? tanyanya.
Aku menggelengkan kepala sambil terus menikmati melesaknya penis itu di liang vaginaku.
Beberapa
saat kemudian sudah amblas semua seluruh batang kemaluan Mas Sandi. Aku
pun sempat heran, kok bisa batang penis yang panjang dan besar itu
masuk seluruhnya di vaginaku. Segera aku melipatkan kedua kakiku di
belakang pantatnya. Sambil kembali mencium bibirku dengan mesra, Mas
Sandi mendiamkan sejenak batang penisnya terbenam di vaginaku, hingga
suatu saat dia mulai menarik mundur pantatku perlahan dan memajukannya
lagi, menariknya lagi, memajukannya lagi, begitu seterusnya hingga tanpa
disadari gerakan Mas Sandi mulai dipercepat. Karuan saja batang penis
yang kudambakan itu keluar masuk di vaginaku. Vagina yang seharusnya
hanya dapat dinikmati oleh suamiku, Mas Hadi.
Di alam kenikmatan,
pikiranku menerawang. Aku seorang perempuan yang sudah bersuami tengah
disetubuhi oleh orang lain, yang tidak punya hak sama sekali menikmati
tubuhku, dan itu sangat di luar dugaanku. Seolaholah aku sudah terjebak
di antara sadar dan tidak sadar aku sangat menikmati perselingkuhan ini.
Betapa aku sangat mengharapkan kepuasan bersetubuh dari lelaki yang
bukan suamiku. Ini semua akibat Yanti yang memberi peluang seakan
sahabatku itu tahu bahwa aku membutuhkan ini semua.
Beberapa menit
berlalu, peluh kami sudah bercucuran. Sampailah aku pada puncak
kenikmatan yang kudambakan. Orgasmeku mulai terasa dan sungguh aku
sangat menikmatinya. Menikmati orgasmeku oleh lakilaki yang bukan
suamiku, manikmati orgasme oleh suami sahabatku. Dan aku tidak menduga
kalau rahimku pun menampung air sperma yang keluar dari penis lelaki
selain suamiku.
No comments:
Post a Comment