Poker Uang Asli – Waktu itu tahun 1988
saat saya baru saja menjadi mahasiswa semester satu sebuah perguruan
tinggi komputer terkenal di Depok (di sebelah sebuah universitas negeri
beken). Seluruh mahasiswa baru ketika itu diwajibkan ikut kegiatan
Jambore dan Bakti Sosial (Jambaksos) yang diadakan di sebuah areal
perkemahan di daerah Sukabumi, Jawa Barat.
Pada
hari yang ditentukan, siang hari kami semua bersiap-siap di kampus
tercinta, kemudian segera diberangkatkan dengan menggunakan beberapa
truk bak terbuka. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang tiga sampai
empat jam, diakibatkan ada salah satu truk yang salah jalan sehingga
semua truk lain harus diam menunggu sejenak di suatu tempat, akhirnya
kami tiba di tempat tujuan kami. Hari sudah mulai gelap. Kulihat
sekeliling kami. Uh, seram juga. Suasana sunyi dan gelap, maklum di
daerah pegunungan yang tidak terlalu banyak penduduknya. Yang terdengar
hanya suara mesin diesel truk yang cukup berisik. Akhirnya dengan konvoi
truk satu persatu, kamu menuju tempat terbuka sebagai tempat parkir
truk-truk yang kami tumpangi tersebut. Sudah sampai?, Belum! Kami masih
harus berjalan kaki lagi beberapa jauh melalui jalan setapak untuk
mencapai tempat di mana kami akan mendirikan tenda-tenda kami.
Jam
sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat kami memasuki areal
perkemahan. Wah! Ternyata areal perkemahan sudah diterangi oleh beberapa
lampu sorot yang cukup besar kekuatannya, yang sudah disiapkan oleh tim
panitia yang telah mendahului kami ke sana satu hari sebelumnya. Mereka
juga telah mendirikan dua buah MCK darurat. Satu khusus cewek dan satu
khusus cowok. Dengan tubuh sedikit letih akibat perjalanan yang cukup
jauh, kami pun mendirikan tenda masing-masing dengan bimbingan beberapa
orang panitia. Satu tenda diisi oleh satu grup yang terdiri dari empat
sampai lima orang. Cewek dan cowok pisah tenda. Katanya sih, takut
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan! Saya memang sial, grup saya
semuanya terdiri dari anak-anak yang belum saya kenal.
Saya memang
orangnya pemalu dan agak penakut, sehingga kurang cepat dalam bergaul.
Setelah makan malam dan sedikit waktu istirahat, diadakan briefing
mengenai jadwal kegiatan Jambaksos di hari-hari berikutnya. Briefing
inilah satu-satunya acara yang diadakan pada hari pertama itu.
Tengah
mengikuti briefing, tiba-tiba saya merasa ingin pipis. Saya ragu-ragu
untuk turun ke MCK yang didirikan di tepi sungai yang mengalir dekat
perkemahan kami. Saya yang memang dasar penakut, urung ke MCK tersebut.
Habis jalan ke sana cukup jauh lagipula gelap sekali. Sementara untuk
meminta dampingan salah seorang panitia malu rasanya. Akhirnya saya
putuskan pergi ke balik semak yang sekelilingnya sepi dan agak
tersembunyi serta agak jauh dari kerumunan orang-orang yang sedang
mengikuti briefing.
Ah.., Lega rasanya setelah saya mengeluarkan seluruh isi kandung
kemih saya. Mungkin kalau ditampung di botol, setengah liter ada. Saya
memang menahan pipis dari waktu masih di daerah Bogor saat perjalanan
menuju kemari. Apalagi ditunjang oleh dinginnya udara pegunungan di sini
sampai ke sumsum tulang.
“Hi hi hi hi.., Hei, ngapain kamu di
situ?!” Tampak dua orang panitia datang ke arah saya sambil cengengesan.
Saya mengenal mereka, yang satu namanya Alfa (bukan nama sebenarnya),
yang rambutnya sepundaknya sedikit kecoklatan, sedangkan yang rambutnya
hitam pekat dipotong pendek adalah Pratiwi (juga bukan nama sebenarnya).
Kedua-duanya tinggi tubuhnya hampir sama. Sama-sama cantik dan
sama-sama sensual. Payudara merekapun termasuk berukuran besar dan
membulat, dengan milik Pratiwi sedikit lebih besar ketimbang milik Alfa.
Ini kelihatan dari balik kaus oblong cukup ketat yang mereka kenakan.
Mereka berdua adalah anggota seksi P3K.
“Saya.., saya lagi buang
air, Kak”, jawab saya dengan takut-takut. Tapi Alfa dan Pratiwi malah
mendekati dan melompat turun ke tempat persembunyian saya yang letaknya
sedikit di bawah areal perkemahan itu.
“Kenapa kamu pipis di sini, hah?, Bukannya kita sudah punya MCK sendiri di sana?”, tanya Alfa.
“Habis, saya takut, Kak.” Saya masukkan penis saya dan saya naikkan
kait retsleting celana saya. Alfa dan Pratiwi tertawa melihat perbuatan
saya.
“Eit! Ini garasi jangan ditutup dulu”, kata Pratiwi sambil
meremas selangkangan saya. Ouch! Kemudian tangannya membuka kembali
retsleting yang sempat saya tutup.
“Wow! Fa, lihat, doi nggak pake celana dalam!”, Saya memang jarang mengenakan celana dalam bila pergi ke mana-mana.
“Mana, Wi? Gue mau lihat”, sahut Alfa mendekati selangkangan saya.
Pratiwi memberi tempat kepada Alfa. Alfa memasukkan tangan kanannya ke
dalam celah ritsluiting saya. Dia mengelus-ngelus senjata saya dengan
tangannya yang hangat, membuat saya mulai menggelinjang menahan nikmat.
“Wi, doi belum disunat! Kamu pernah main sama penis yang belum
disunat?”, Alfa mengeluarkan penis saya dari dalam sangkarnya. Pratiwi
hanya mengangkat bahunya saja.
“Eh, Oom Senang. Ini hukuman kamu karena sudah buang air sembarangan! Sekarang kamu diam aja yah!”, kata Alfa sedikit melotot.
Alfa
mendekatkan penis saya ke mulutnya. Beberapa detik kemudian mulutnya
telah asyik melumat penis saya. Ah, penis saya itu semakin mengeras. Ini
menambah keasyikan tersendiri bagi Alfa yang terus mengulum penis saya
yang meskipun tidak terlalu panjang namun berdiameter cukup besar. Mata
saya hampir mencelat keluar sewaktu Alfa menjilat-jilati ujung penis
saya yang tegang menjulang. Gelitikkan lidahnya yang nikmat mulai
membangkitkan gairah birahi saya yang selama ini terpendam.
“Fa!
Bagi dong gue! Jangan kamu habisin sendiri!”, Pratiwi tidak mau kalah.
Ia mengarahkan tangannya ke belakang pinggang saya, lalu dipelorotkannya
celana panjang saya ke bawah sehingga menampakkan penis saya yang
tampak sudah siap tempur. Dinginnya udara malam yang menusuk kulit paha
saya yang telanjang tidak terasa, terhapus oleh kenikmatan yang sedang
saya alami di selangkangan saya. Kemudian Pratiwi mendekatkan bibirnya
yang ranum dengan sapuan lipstik tipis ke penis saya. Lalu dengan
lahapnya mereka berdua menguasai penis saya dengan kuluman dan jilatan
lidah mereka yang bertubi-tubi, membuat tubuh saya seperti
tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang aduhai ini.
“aah..,
Kak.., saya sudah mau keluar..”, kata saya mendesah-desah. Tapi Alfa dan
Pratiwi tidak mempedulikannya. Mereka masih asyik menjelajahi seluruh
permukaan selangkangan saya dengan mulut dan lidah mereka yang seperti
ular. Akhirnya dengan dua-tiga kali kedutan, saya memuntahkan seluruh
cairan kental isi penis saya ke wajah Alfa.
“Ma.. Maaf, Kak. Saya
nggak sengaja.” Alfa bukannya marah melainkan malah tersenyum senang.
Dijilatinya air mani saya yang ada di wajahnya.
Mengetahui bahwa
dirinya tidak kebagian cairan nikmat saya, Pratiwi menjulur-julurkan
lidahnya ke arah wajah Alfa. Ia ikut menjilat-jilati wajah Alfa seperti
meminta bagian. Alfa tampaknya mengalah.
Tiba-tiba bibirnya yang merah
merekah mencium bibir Pratiwi. Dan Pratiwi pun membalasnya. Sementara
tangannya mulai meremas-remas dua tonjolan bulat yang ada di dada Alfa.
“Ah.. Wi.. Terusin.. Ah..” Persetujuan Alfa ini membuat Pratiwi
melanjutkan kegiatannya. Ia melepaskan kaus oblong yang dikenakan Alfa.
Kemudian tangan kirinya diselipkan ke balik BH Alfa yang berwarna putih.
Diremas-remasnya payudara mulus Alfa yang bulat membusung. Sesudah itu
tangannya beralih ke punggung Alfa. Dibukanya pengikat BH Alfa. Dan tak
terhalangi lagi payudara
Alfa yang indah seperti buah mangga harumanis
yang ranum, dengan puting susunya yang tinggi menjulang menggemaskan
dikeliling oleh lingkaran kemerahan yang cukup lebar. Tanpa mau
melepaskan kesempatan emas ini, mulut Pratiwi langsung melumat puting
susu Alfa yang mulai menegang. Dengan lidahnya yang menjulur-julur
seperti ular, dijilatinya ujung puting susu yang menggairahkan itu.
Sekali-sekali disedotnya puting susu itu, membuat mata Alfa mendelik
kenikmatan.
Melihat perbuatan kedua senior saya itu, tak saya sadari, penis saya yang tadi sudah loyo bangkit kembali dan semakin mengeras.
Sekonyong-konyong
Alfa melepaskan diri dari jamahan Pratiwi. Ia memandangi temannya
dengan wajah seperti memohon. Pratiwi pun memahami apa maksud Alfa. Ia
menanggalkan semua pakaian yang dikenakannya, lalu merebahkan tubuh
bugilnya yang mulus di rumput dengan beralaskan pakaian yang telah
dilepasnya tadi. Mulut Alfa langsung menyergap payudara Pratiwi yang
berukuran besar laksana buah pepaya bangkok tapi tampak kenyal dan
kencang. Lidahnya menjelajahi setiap inci bagian payudara temannya yang
memang indah dan membusung itu, termasuk celah-celah yang membelah kedua
bukit kembar dengan ujungnya yang mencuat tinggi itu. Dengan mahir Alfa
menggesek-gesekkan ujung lidahnya yang basah ke ujung puting susu
Pratiwi yang tinggi dan keras, membuat Pratiwi menggerinjal keras
sementara mulutnya mendesis-desis bak ular yang siap menerkam mangsanya.
Sementara tangan kirinya menelusuri selangkangan Pratiwi. Ia
mempermainkan clitoris memerah yang ada di bibir vagina Pratiwi.
Diusap-usapnya daging kecil pembawa nikmat itu dengan halusnya dengan
jari tengahnya. Diimbangi dengan gerakan naik-turun pantat Pratiwi yang
bahenol itu. Kemudian dengan sekali gerakan, Alfa menyodokkan jari
telunjuk, jari tengah, dan jari manisnya sekaligus ke dalam vagina
Pratiwi, membuat tubuh temannya ini terhentak keras ke atas. Pratiwi
tampak memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang tidak bisa
ditandingi oleh apapun di dunia ini ketika Alfa memainkan ketiga jarinya
itu masuk-keluar vagina Pratiwi, makin lama makin cepat.
Menyaksikan
pemandangan yang indah ini, insting kelaki-lakian saya mendorong saya
menghampiri kedua cewek yang tengah dilanda nafsu birahi itu. Dengan
sedikit rasa takut dan ragu-ragu, saya pegang pinggang Alfa. Setelah
menyadari tidak adanya penolakan, membuat rasa keberanian saya timbul,
ditambah oleh rasa aneh di selangkangan saya yang sudah minta untuk
dilampiaskan. Saya membuka retsleting celana panjang Alfa kemudian saya
turunkan celana panjang itu berikut celana dalam yang dipakainya sampai
sebatas mata kaki. Seketika itu juga tercium aroma khas nan segar dari
selangkangan Alfa yang terpampang bebas. Tanpa menunda-nunda lagi, saya
segera menghunjamkan penis saya ke dalam vagina Alfa dengan keras dari
belakang, membuat cewek itu menjerit kecil, “Ouuhh..”
“Ah..,
terusin.., lebih kencang.., lebih dalam..,. Ouhh..”, Desah-desahan penuh
kenikmatan dari Alfa membuat saya tambah bernafsu. Saya semakin
mempertinggi intensitas masuk-keluarnya gerakan penis saya di dalam
vagina Alfa, mengakibatkan tubuh molek gadis itu berguncang-guncang
dengan keras. Kedua payudaranya yang menggantung molek di dadanya dan
ikut bergoyang-goyang mengimbangi guncangan tubuhnya sedang dilumat oleh
Pratiwi. Puting susunya yang menjulang itu tengah diisap-isap oleh
temannya, semakin membuat Alfa mendesah-desah hebat. Sementara di bagian
bawah, saya masih mempermainkan penis saya terus-menerus di dalam
vaginanya, membuat Alfa kehilangan keseimbangan. Tubuhnya yang putih dan
mulus jatuh menindih tubuh Pratiwi yang ada di bawahnya. Namun ini
tidak menghentikan permainan kita.
“uuh.., Kak.., Saya sudah mau
keluar.., Mau.., di dalam.., atau.., di luar..?”, Saya merasakan sudah
tidak mampu lagi menahan gejolak yang ada di burun saya.
“hh.., Di dalam aja.., Ouhh..”, jawab Alfa sambil terus menggerinjal.
Akhirnya
permainan kita usai sudah, diakhiri dengan ditembakkannya lagi
cairan-cairan kental berwarna putih dari penis saya ke dalam vagina
Alfa. Saya dengan penis masih berada di dalam vagina Alfa terkulai lemas
di samping tubuh cewek itu yang dengan lemas masih menindih tubuh
Pratiwi yang kelihatannya kurang puas.
“Kamu masih punya hutang lho sama gue”, kata Pratiwi mengingatkan saya. Saya tidak menjawab, hanya mengangguk saja.
Lima
menit lamanya kami terdiam. Setelah itu kami bangkit dan membereskan
pakaian kami kembali, bersamaan dengan selesainya acara briefing malam
itu. Dengan mengendap-endap setelah menengok ke sekeliling terlebih
dahulu kami bertiga keluar dari tempat persembunyian kami, kemudian
dengan perasaan sepertinya tidak pernah terjadi apa-apa, kami kembali ke
tenda kami masing-masing untuk bergabung dengan teman-teman lainnya.
“Eh, kamu tadi ngapain bertiga sama Kak Tiwi dan Kak Alfa?”, tanya
salah seorang teman saya satu tenda. Saya hanya tersenyum penuh arti.
No comments:
Post a Comment