Poker Uang Asli - Pepatah mengatakan “rumput tetangga lebih hijau dari pada rumput
dihalaman rumah sendiri”. Tapi buat yang satu nih mestinya pepatahnya
“Santan tetangga lebih kental daripada dirumah sendiri”. Lho? Ya iyalah
karena cerita aku tuh bukannya dapat yang lebih muda, tapi dapat yang
lebih tua dari yang dirumah, tapi ngelupaiinnya susah banget, bikin
kecanduan dah. Sayangnya jarang banget dapat kesempatan seperti itu.
Emang menyebalkan kalo ditinggal sendiri dirumah, yah kalo ditinggal
bini sih masih mending. Ini ditambah mertua juga ikutan pergi plus mesti
jagain rumah keluarga yang disebelah lagi. Yah ndaa ada yang nyiapin
makan malam ama kopi deh Rumahku memang bersebelah dengan rumah kakek
istriku dan tantenya. Lokasi rumahku pas pojokan sehingga teras belakang
rumah berhadapan lagsung dengan dapur rumah kakekku dan garasi rumah
tanteku, eh maksudnya kakek dan tante istriku yah. Hari Jum’at beberapa
bulan yang lalu pas liburan sekolah, aku mestinya sih pulang awal, tapi
berhubung bini plus seabrek keluarganya sedang ada hajatan diluar kota
dan mesti nginap sampe hari minggu, berhubung aku belum bisa cuti, aku
ndak ikut sekalian jaga rumah, sedang dirumah kakekku juga ada tantenya
biniku, (mohon maaf namanya diganti tante ris, biasanya aku panggil mbak
ris) beda usia mbak ris dgn biniku juga ndak jauh-jauh amat cuma 5
tahun, malahan ada yang pangkat paman, nyaris seumuran ama biniku,
maklum jaman dulu, emak sama anak bersaing dapetin keturunan. He.he.
sorry ngelantur bro. Jadinya aku juga agak males pulang awal hari itu,
lepas maghrib nyempatin diri cari makan malam, plus nongkrong dulu di
warung kopi. Sejam nongkrong di warkop aku baru ingat kalo lampu
dirumahku ama dirumah tante sebelah kan belum dihidupin, ya udah
daripada rumah kemalingan aku pulang. Sampe dirumah emang gelap, begitu
juga rumah tanteku, hanya rumah kakekku saja yang sudah terang,
kuhidupkan dulu lampu rumahku, kepingin rasanya cepat-cepat mandi dan
on-kan komputerku terus surfing di DS. Tapi aku ingat kalo rumah tanteku
belum dinyalain lampunya. Aku keluar lewat dapur dan langsung berjalan
ke arah rumah tanteku menuju garasinya, sepintas kudengar suara air.
Terlintas di otakku untuk mengintip, karena sudah pasti dirumah kakekku
cuma ada Mbak Ris sendiri. Orang yang selama ini sering kucuri-curi
pandang kalo lagi ada acara keluarga. Orangnya putih sama dengan biniku,
karena emang keturunan orang putih sih. Bodinya sih tergolong umum,
hanya saja kalo dilihat dari dekat disekujur tangannya ada bulu-bulu
yang lebih lebat daripada wanita umumnya dan itu salah satu kelemahan
aku terhadap wanita, kalo melihat yang tangannya seperti itu, kepingin
rasanya diremas-remas. Sebenarnya nih tante yang satu tergolong jutek,
biniku aja ndak terlalu suka ama dia, buktinya walaupun sudah punya 2
anak, tetap aja ditinggal sama suaminya yang aku nilai ndak bisa
mengontrol istrinya, malahan takut kelihatannya, ah suami yang aneh.
Kembali ke cerita. Aku batal mengintip karena kudengar pintu berdenyit,
wah aku terlambat, ada kesalnya juga sih, kenapa tadi ndak minum kopinya
dirumah aja sambil nungguin tanteku mandi aja ya. He.he.. menyesal
kemudian memang ndak berguna. Ya udah aku langsung membuka pintu rumah
keluarga biniku yang kunci rumahnya memang dititipkan ke aku. Kuhidupkan
lampu rumahnya dan kuperiksa semua rumah itu memastikan semuanya
aman-aman saja. Dari bagian belakang kuperiksa dapur dan kamar mandi,
aman, dasar rumah ini juga nyaris seluruh penghuninya juga wanita,
sepupu istriku kebanyakan masih gadis-gadis, sehingga di kamar mandinya
bergelantungan celana dalam dan bra, memang sedikit membuatku terangsang
jika membayangkan sepupu-sepupu istriku. Lalu kulanjutkan memeriksa
kamar-kamar sepupu istriku, dasar anak gadis, CD kan BRA juga tergeletak
sembarangan diatas tempat tidurnya, ndak mikir apa kalo aku yang mesti
periksa rumahnya. Dikamar sepupu istriku yang tertua dan yang terkenal
seksi dikalangan keluarga aku tergoda untuk merebahkan badanku, semerbak
bau khas wanita menyerang hidungku, merusak otakku, sehingga aku
benar-benar terangsang berada dikamarnya, mana ada CD yang aku yakin
karena buru-buru mau keluar kota, main letakkan aja ditempat tidur nih.
Ah beberapa menit yang menyenangkan berada disitu, untung saja aku sadar
dan langsung bangun karena kuingat rumahku sendiri dapurnya terbuka.
kumatikan lampu dalam rumah dan menghidupkan lampu-lampu luar, akupun
bergegas pulang, karena badan sudah gerah dan pikiran jadi ngeres
banget. Setelah mengunci pintu, aku berjalan ke arah rumahku, namun aku
benar-benar kaget karena mendengar suara batuk wanita, nyaris copot
jantungku karena kupikir ada mahluk gaib yang menegurku. “Mas, habis
ngidupin lampu ya?” yah pertanyaan basa-basih nih makiku dalam hati,
jantungku sudah kembali normal setelah yang kulihat ternyata mbak Ris
sedangkan merendam pakaian kotornya di pelataran cuci. Aku berhenti
untuk menyapanya, dan ia menanyakan kok lama aku dirumah sebelah, dasar
jutek juga nih orang, sampe kesitu lagi pertanyaannya. Jangan-jangan
ngintip juga dia. Bodo ah, jadi kujawab sekenanya aja. Sekalian cari
minum tadi kataku. Juteknya tanteku ini benar-benar ketutup karena
pemandangan yang ada didepanku saat itu, aku sering sekali kalo sedang
duduk di pelataran belakang menikmati kopi pagiku, melihat mbak Ris
keluar dari kamar mandinya ke pelataran cuci rumah kakekku dengan tubuh
yang hanya ditutupi handuk seadanya. Hampir setiap sabtu dan minggu aku
menikmati dua kegiatan sekaligus. Tubuh putihnya memang begitu
membangkitkan semangat hari liburku. He.he.he
Nah malam ini aku
bisa melihat dari dekat, hanya dua langkah aja didepanku. Handuknya yang
pendek ditambah posisinya yang sedikit jongkok tentu membuat handuk itu
terangkat nyaris ke bokongnya.dari samping belahan susunya menyembul
seperti hendak mencelat keluar menegurku. kutanyakan kok berani keluar
sendiri mbak, terpaksa sih jawabnya karena memang tidak ada orang,
“kenapa ?” tanyanya lagi. “yah mana tau ada yang niat jahat, terpancing
ama mbak yang Cuma pake handuk aja” Sambil tertawa dia menjawab “emang
bisa ya orang lain terangsang”, “mbak nih” jawabku “jangankan orang
lain, ponakan sendiri aja terangsang gini” jawabku seenaknya. Yang
disambut tanteku dengan tertawa kecil. “Ha.ha. keponakan ketemu gede”
kata tanteku “Gede apanya mbak?” pancingku. “Gede takutnya” dasar
batinku dalam hati tapi lumayanlah buat cairkan suasana sementara aku
mencoba mententramkan adik kecil didalam celana yang semakin tegang aja.
Aku menemani mbak Ris mencuci sambil kita ngobrol kemana-mana sampai…
“Berani mbak sendirian dirumah malam ini?” tanyaku. “Sebenarnya sih
berani, Cuma gara-gara tadi nonton film hantu jadi agak takut juga nih,
nyesal deh mbak buka TV, lumayan bagus sih filmnya”. “Temanin mbak
bentar ya nanti, sampe tidur aja, ntar mbak bayar dengan kopi. Ndak ada
yang buatkan hari ini kan?” “Siap mbak” jawabku, padahal aku sebenarnya
sudah minum kopi. Mbak Ris juga sudah selesai mencuci, “ya udah sana
mandi dulu, tuh adiknya juga dimandiin jangan tegang melulu” Sialan
dalam hatiku, ketahuan deh. Gara-gara pake celana kain kantoran nih.
Sampe dirumah akupun langsung mandi, dinginnya air cukup membuat adikku
jadi mengkerut dan sedikit tenang. Selepas mandi, dengan baju tidurku
dan celana pendek bahan kaos yang menjadi idolaku kalo mau tidur
kukenakan, kalo malam aku memang paling ndak suka pake CD, bawaannya
jadi lega banget kalo tidur, dan biniku jadi gampang kalo melorotin
celanaku. Setelah memeriksa kembali rumahku, dan mengunci pintu, aku
bergegas kerumah kakekku melalui pintu belakang yang langsung berhadapan
dengan pintu rumahnya. Pintunya tidak terkunci ketika aku mengetuk,
Mbak Ris menyuruhku masuk dan kulihat ia sedang membuatkan kopi 2
cangkir. Oh iya sekali lagi Tante biniku ini sering kupanggil Mbak,
karena biniku juga memanggilnya demikian, mungkin supaya ndak ketahuan
kali, kalo dia tuh tantenya. Sedangkan dia kalo manggil aku juga
biasanya ‘Mas’ ikut-ikut sepupu biniku yang lain. Ini dia cerita yang
sebenarnya. Malam itu mbak Ris memakai daster tidur yang waduh tipisnya
sih ndak terlalu Cuma bayangannya itu lo, bisa kupastikan dia tidak
memakai CD dan Bra, hmm mirip aku juga nih ternyata kalo tidur, semua
peralatan dalam tidak dipakai. “keruang TV dulu sana mas kopinya udah
hampir jadi” aku sedang menikmati pemandangan yang indah. Akupun
beranjak keruang TV yang Cuma ada kursi kecil dan permadani, yah
kebiasaan keluarga, kalo nonton TV sambil baring, sedangkan kursi kecil
tuh buat sang Kakek yang ndak tahan kalo lama-lama duduk di lantai. “kok
kopinya 2 mbak, buat siapa satunya?” tanyaku setelah duduk dilantai
saat kulihat mbak Ris membawa nampan kopi. “buat mbak nih mas, ada film
bagus jam 11 nanti” terus terang aku tidak terlalu memperhatikan
omongannya, mataku sebenarnya sedang tertuju ke daerah perut mbak yang
melangkah ke arahku, karena kulihat sedikit bayang hitam diantara
pahanya. Nih kopinya mas, jangan matanya aja yang minum, katanya membuat
aku terpaksa harus mengalihkan pandanganku ke TV. Waduh bakal lama nih
nemanin si Mbak, pake minum kopi lagi dia, bakalan susah tidur tuh. Tapi
kapan lagi ya aku bisa menikmati kopi ditemani tante biniku dengan
dasternya yang tipis. Aku duduk dilantai sementara mbak Ris mengambil
posisi duduk dikursi antara aku dan TV, lumayanlah sesekali melihat
bayangan susunya yang bergayut ditubuhnya yang ternyata padat juga
walaupun tidak montok. Kita berdua ngobrol kemana-mana sambil nonton TV,
dan sesekali menyerempet ke arah sex. Akhirnya akupun tau ternyata Mbak
sering marah dengan suaminya dulu karena sering belum mencapai klimaks
si om udah keburu muncrat, mana langsung loyo lagi, sehingga terpaksa
Mbak Ris harus menyelesaikannya sendiri, dan kalo ndak tuntas itu yang
membuat emosinya sering meledak esoknya. Jam saat itu menunjukan angka
10.30, kutawarkan ke Mbak Ris untuk mematikan lampu ruang tamu,
“sekalian aja mas lampu ruang ini diganti dengan lampu kecil ya” yah
mumpung adikku (maksudnya Mr P ya) ndak lagi tegang. Kuletakkan bantal
yang dari tadi berada di atas pahaku, menutupi adikku dan kumatikan
lampu. Kopi buatan mbak Ris pun telah habis kuminum, jadi sambil
menonton TV aku merebahkan badan, ke bantal sedangkan bantal satunya
lagi kupeluk supaya menutupi pergerakan adikku yang sudah seperti
dongkrak aja nih. Filmnya semakin seru karena memang sudah hampir
selesai, kulihat Mbak Ris sedang konsentrasi memandang ke arah TV, aku
tdak bisa menikmati tontonan TV malam itu, yang kupandang hanya tubuh
moleknya yang duduk di atas kursi pendek tanpa sandaran itu, mungkin
Dengklek yang agak tinggi, kata orang jawa. Remangnya lampu dan posisi
mbak yang berada ditengah antara aku dan TV membuat bayangan tubuhnya
semakin kentara, kedua bukitnya justru semakin kelihatan bentuknya, di
dua bukit itu terdapat benda sebesar biji jagung, daster tidurnya yang
pendek menyingkapkan pahanya yang mulus. Sesekali aku terpaksa menonton
TV karena mbak masih mengajakku ngobrol. Akhirnya selesailah sudah film
di TV. Aku sedikit menghela nafas karena berarti aku sudah harus pulang.
Saat aku hendak bangun, mbak bertanya “Mau kemana mas? Kan filmnya baru
mau mulai nih” “ndak ngantuk mbak?” “kan udah ngopi, temanin mbak ya,
buru-buru aja mau pulang” “enaknya sambil baring ah nontonnya” si mbak
langsung mengambil bantal yang kupeluk, “ha.ha.. rupanya ada yang bangun
ya” memang saat itu posisi adikku sedang tegang benar. Setelah iklan
filmpun dimulai, kami berdua sama-sam berbaring bersebelahan, “kasihan
adiknya, ndak ada sarangnya nih malam ini” kata mbak Ris saat jeda
iklan. Kubalas juga, “tuh kaki ngapain mbak dari tadi dikepit melulu,
emang apanya yang dijepit tuh” si mbak tertawa sambil memukulkan
bantalnya ke arahku, kami bersenda gurau saat-saat jeda iklan, dan mbak
masih juga memukulku dengan bantal terkadang mencoba mencubitku, sampe
akhirnya aku terpaksa menangkap tangannya, ia mencoba melepaskan
tangannya supaya bisa mencubitku lagi. Kali ini aku memegang tangannya
dan tidak kulepaskan, sampai akhirnya tangannya melemaskan diri tanda
sudah menyerah. Aku tetap tidak melepaskan peganganku namun aku sudah
mengendorkannya. Aku benar-benar menikmati menyentuh kulit tangannya
dengan bulu halusnya itu. kali ini aku mengelusnya menggunakan telapak
tanganku, mbak diam saja. Aku mencoba yang lebih berani lagi, karena
juteknya tanteku yang satu ini membuatku mesti perlahan-lahan. Biar saja
dia hanyut dalam sungai yang tenang ini. Kugenggam jari-jari tangannya,
mbak membalas dan meremas jari tanganku pula. Lalu pelan-pelan kuangkat
tangan kirinya dengan tangan kananku kubawa tangannya ke arah adikku,
dan benar Mbak Ris menurutinya kuletakkan tangannya di atas Mr P, dan
kulepaskan genggamannya. Ternyata disitulah mulai kutahu Kelapa yang
lebih tua memang banyak santannya. Mbak Ris menekan Mr. P kearah tubuhku
sambil menggerakkan tangannya maju-mundur pelan-pelan dengan belakang
telapak tangannya. Akupun memindahkan tanganku ke atas pahanya, namun
dengan lembut mbak Ris menahan tanganku. Aku harus bertahan untuk
menyentuh gundukan diantara segitiga itu. Mbak Ris terus mengusap
milikku dengan belakang tangannya, hingga akhirnya ia membalikkan
telapak tangannya dan menggenggam p-ku. Dan perlahan ia mengeluarkannya
dari lubang bawah celana, menarik celanaku sehingga p-ku mencelat keluar
dari celana dalam berbahan kaos itu. dengan jarinya iapun mengusap-usap
p-ku. Ujung kukunya bukannya membuat sakit, justru membuat sensasi yang
beda. Perpaduan rasa enak dan sedikit perih telah membuatku benar-benar
melayang. Bokongku terangkat mengikuti irama tangannya, seperti naga
barongsai yang mengejar bola api. ia pun mulai mengusap kepangkal p-ku,
menyentuh bola sebesar pimpong itu, menarik tangannya kearah pusar, aku
tau saat itu ia ingin aku melepaskan celanaku. Saat aku harus sedikit
terbangun melepaskan celanaku aku berpaling ke arahnya, mataku tertuju
mulai dari gundukan dibawah pusar, seperti sebuah senter kuterangi
lekuk-lekuk tubuhnya sampai kedaerah dadanya yang membusungkan dua bukit
kembar bermahkotakan biji jagung, yang walaupun sudah 10 tahun lebih
tidak tersentuh namun masih tetap mengencang dan menantang. Hingga
kutatap wajahnya, kali ini wajah judes sudah hilang, senyum dan matanya
mengalirkan air yang membuat lelaki muda dapat takluk, dan tenggelam
didalamnya. wajahnya memang tidak secantik dan semuda istriku (maaf ndak
ge-er ya) namun malam ini dengan senyumnya itu, mbak Ris membuatku lupa
akan istriku yang entah mungkin malam itu sedang ikut cara midodareni
di kampung, kontras sekali. Bibirnya yang tersungging dan dibasahi
dengan lidahnya itu membuat medan magnet yang menarik wajahku
mendekatinya. Kucium bibir mbak Ris, kulumat perlahan bibir atas,
kulepaskan, tangannya menarik kembali leherku, kucium lagi bibir
bawahnya, kulepaskan dan kurasakan air liurnya yang tadi membasahi
bibirnya seperti menempel pada bibirku, tak ada rasa geli, justru
seperti aku sedang menikmati wine yang dipendam dalam gudang bawah tanah
selama ratusan tahun. Aku seperti kecanduan air itu segera kulumat lagi
bibirnya, kali ini kutambahkan dengan mengeluarkan lidahku kemulutnya,
menghunjam mencari sumbernya, dan dijaga oleh lidahnya yang menyambut
lidahku, memberi air itu pada gersangnya lidahku. Tangan tanteku yang
sedang memeluk leherku segera kutangkap dan terus kulumat bibirnya.
Kugenggam kedua jari tangannya, sambil perlahan aku memindahkan tubuhku
keatasnya. Kuletakkan kedua tangan diatas kepalanya, posisinya saat itu
seperti wanita yang telah benar-benar pasrah, rasa penasaranku pada
tangannya tidak kusia-siakan, kualihkan ciumanku ke lehernya, menjilati
leher dan belakan kupingnya, membuat kakinya yang tadi terbujur menjadi
tertekuk, aku sedikit mengangkat bokongku, dan aku yakin ketika tubuhku
juga bergerak turun pasti baju bawahnya juga melorot, karena kurasakan
p-ku menyentuh vaginanya langsung. Kuteruskan ciumanku ke bawah
menyusuri lengan tangannya, kucium leengan tangan yang ditumbuhi bulu
halus itu, p-ku juga bergerilya menyentuh v-nya tanteku sedikit
mendorong-dorong, membuat mbak Ris semakin melebarkan selangkangannya.
Tapi aku tidak ingin segera menyudahi. Kulepaskan genggaman tanganku,
kucium lagi bibir mbak Ris, nafasnya sudah tidak teratur seirama dengan
nafasku yang semakin memburu. Mbak Ris kini menarik baju kaosku dan aku
‘tottaly nude’. Dibarengin dengan lidahnya yang kini gantian menyeruak
masuk kedalam mulutku, yang kubalas dengan menghisapnya. Begitu lihainya
ia membangkitkan nafsu, dengan mulai mengusap-usap dadaku, sesekali
menyentuh biji jagungku juga. Akupun mengerti dengan keinginannya,
segera aku merangsak ke daerah dadanya yang selama ini juga cukup
membuatku penasaran. Mbak Ris membuka kancing daster bagian atasnya,
menunjukkannya padaku sambil menyentuh sendiri buah biji jagung itu
dengan jemarinya. Sementara aku membiarkannya sesaat. Tak tahan aku
menunggu lama-lama tangankupun segera mengambil alih fungsi tangannya,
kuremas kedua bukit itu, dan kulumat bijinya. Kumainkan lidahku layaknya
yang sering DS-er lihat di film xxx, sedikit gigitan kecil ternyata
justru membuat bokong tanteku ini terangkat, mbak Ris seperti ingin aku
segera memasukkan p-ku kemiliknya, aku masih belum mau. Bisa-bisa aku
nanti kalah perang deh seperti suaminya yang dulu. Nafasnya kini tidak
lagi melalui hidung tapi sudah terdengar melalui mulut dan menambah
gairahku. Puas kuremas bukit kembar itu segera aku turun ke daerah
pangkal pahanya, serta merta mbak Ris menarik tubuhku ke atas, tersirat
dimatanya ia tidak ingin aku melakukan itu. kuberi ia senyum yang
menurutku saat itu lumayan indahya buat dia (he..he..) posisi wajahku
tetap berada di antara pahanya, kali ini tanganku kembali meremas
susunya. Kembali mbak Ris berdesah, dan memejamkan matanya, kali ini
dengan perlahan kuturunkan kepalaku v-nya, lidahku langsung kuarahkan ke
clitnya, benar seperti dugaanku kali ini ada respon baik, ia tida lagi
menarik tanganku dan justru menggenggam tanganku untuk terus meremas
susunya. Tiga kali jilatan kuangkat wajahku menatapnya, dan matanya
kembali terbuka dan tersenyum, sedikit anggukan sudah memastikan bahwa
aku boleh melanjutkan jilatanku pada clitnya. Benar-benar cara bercinta
yang tanpa kata-kata, cukup kode saja kita berdua sama-sama tau apa yang
harus dilakukan, itulah enaknya bercinta dengan wanita yang lebih tua,
santannya memang lebih kental. Kulanjutkan mencumbu clitnya dengan
lidahku, sesekali kulumat bibir v-nya dengan bibirku, kuarahkan lidahku
ke bibir v-nya, tante istriku semakin menggeliat, tanganku yang sudah
tidak meremas, susunya karena ia telah melakukannya sendiri benar-benar
membantuku. Sambil terus menjilati v-nya dengan bau khas yang membuat
para lelaki sulit tidur itu tanganku mulai memainkan v-nya. Perlahan
kumasukkan jari telunjukku, aku tidak ingin nanti pada saat penetrasi ia
kesakitan. Tubuhnya mengejang dan peret sekali, persis seperti saat aku
mengambil mahkota istriku dimalam pertama kami. Cerita tentang
bagaimana mbak ris memenuhi kebutuhan biologisnya nanti aku ceritakan
deh, karena aku mendapatkannya setelah ML. Kucabut perlahan tanganku dan
terus kumainkan clitnya meskipun v-nya sudah basah tapi karena
sempitnya ruang itu aku harus pelan-pelan. Kali kedua aku sudah lebih
mudah, dan sudah seluruh jari telunjukku bisa menerobos kedalam, gerakan
jariku yang maju mundur pun sudah bisa dinikmati oleh mbak Ris yang
kali ini. Desahan yang diselingi teriakan kecil nikmatnya itu seolah
membuah aku tidak ingin berhenti menjilati dan memasukkan tanganku
kedalam relung yang sudah basah itu, sampai-sampai airnya keluar
membasahi daerah v-nya bercampur dengan liur dari bibirku yang juga
menikmatinya. Kumanfaatkan jari tangan kirinya mengusap cairan itu dan
membawanya ke daerah anal. Serviceku malam itu memang tidak
tanggung-tanggung. Sementara lidahku memainkan clitnya. Jari telunjuk
kananku masuk ke v-nya, tangan kiriku bermain ke daerah analnya, karena
dengan kedua tangannya mbak Ris menahan pahanya sehingga posisi
bokongnya terangkat. Telunjukku yg memainkan lobang itu ternyata
dinikmati olehnya kumainkan di sekitar lubang itu. dan dengan pelan
kucoba menusuknya dengan jariku. Mbak Ris menikmatinya kulihat dari
wajahnya yang tidak sedikitpun menunjukkan penolakannya. Ingin
kuteruskankan permainan tadi tapi berhubung aku juga sudah mulai tidak
tahan mendengar desahannya kututup dengan mencium seluruh bagian v-nya
dan kedua lubang itu, menandakan aku sanga menikmatinya. Aku bergerak ke
atas, dan mbak Ris melepaskan tangan dari pahanya, kutindih lagi
tubuhnya dan kucium bibir mbak Ris, yang membalasnya seperti ingin
meminta bagian dari sisa-sisa air yang ada di bibirku, kucoba kumasukkan
p-ku kedalam v-nya. Tangan mbak Ris menuntun p-ku ke lubang v. dengan
sedikit gerakan kepala P-ku sudah berhasil menembusnya. Kutekan kedalam,
pegangan mbak ris yang mencengkeram lenganku pertanda ia sedikit
kesakitan, kucabut P-ku, mata mbak Ris terbuka, kami beradu pandang,
kulanjutkan memasukkan P-ku seperempat bagian telah masuk, basah namun
seret, kali ini wajah mbak Ris tidak seperti menahan sakit, kuteruskan
mendorong P-ku kedalam, mbak menatapku dan kulihat ia sudah mulai
menikmati, kuteruskan mendorong kedalam dan akhirnya seluruh P-ku telah
masuk kedalam. Wajahnya menatapku yg mengartikan ia tidak lagi sakit,
lalu kucium bibirnya, mbak Ris memjamkan matanya, kubiarkan sesaat P-ku
didalam situ karena kurasakan seperti ada yang membetot didalam sana,
aku merasakan sensasi yang baru. Lalu mulailah aku melakukan penetrasi
sebenarnya, kulakukan gerakan misionaris seperti biasa. Permainan mbak
Ris tidak kalah hebatnya. Dengan suara desah dan teriakan kecilnya itu
aku semakin cepat melakukan gerakan. Kami teruskan permainan hingga aku
merasakan aku bisa-bisa orgasme lebih dulu. Kutarik keluar P-ku dan
ternyata membuat mbak Ris seperti mendapatkan kesempatan, diciumnya aku
lalu ia membalikkan badannku ke bawah. Kini posisi Mbak Ris ada
diatasku, rasa panas membuat ia membuka dasternya dan membuang
kesamping, aku mempunyai kesempatan mengatur kembali nafasku. Tubuh mbak
Ris yang hanya di terangi oleh lampu remang-remang sangat bagus untuk
orang seusianya. Kini aku menyaksikan lagi dua bukit yang bergayut itu
tanpa ada halangan. Ia pun mulai mengarahkan P-ku yang sudah tegang itu
kedalam V-nya. Setelah itu ia mulai melakukan gerakan naik-turun,
kenikmatannya dapat kurasakan, dan sungguh enak saat ia sesekali
melakukan gerakan seperti ngebor, tapi ndak seperti inul ya. Variasi
yang nikmat dari seorang tante yang terkenal judes. Sampai akhirnya aku
merasakan aku akan keluar, namun kurasakan gerakan mbak Ris yang semakin
cepat bahwa ia akan segera orgasme juga, tidak tahan lagi aku berbaring
segera kudekap tubuh mbak Ris, dengan posisiku yang sedang duduk
semakin erat kupeluk dia semakin kuat juga mbak Ris memelukku sampai
saatnya, aku harus melepaskan tembakanku dilubangnya disaat yang sama
mbak Ris berteriak penuh kenikmatan. Kita berdua bisa sama-sama mencapai
klimaksnya disaat yang benar-benar tepat. Kami terus berpelukan
mengatur nafas, aku tidak ingin mencabut P-ku, kubaringkan mbak Ris ke
lantai pelan-pelan. Setelah aku bisa menindihnya aku menciumnya.
Kubiarkan saja P-u didalam sana, yah mumpung masih tegak, emang
kebiasaanku nanti kalo sudah normal baru aku mencabutnya. Ternyata
perkiraanku tepat, hal ini juga sering terjadi pada istriku, nafas Mbak
Ris kembali mendengus, kali ini akhirnya keluar juga kata-kata dari
mulutnya. “Mas, aduh mas, mbak lagi nih” sambil memelukku dengan keras.
Kutekan lagi lebih dalam P-ku ke lubang itu, sampai ia benar-benar
lemas, dan biasanya punyaku juga sudah melemas. Mbak Ris juga mengalami
dua kali Orgasme. Setelah itu aku berbaring disamping mbak Ris dan
menggenggam tangannya. “Tidur didalam aja yuk mas, ndak usah pulang aja
ya malam ini,” ia mengajakku berbaring dikamarnya dan kuiyakan, karena
aku pikir kapan lagi bisa semalam bersama tanteku yang jutek. Mbak Ris
duluan kekamarnya dengan membiarkan tubuhnya tanpa baju, dasternya hanya
dibawa kekamar saja. Kumatikan TV, sambil kukenakan celana pendekku,
memeriksa pintu belakang, lalu kususul mbak Ris dikamarnya. Kulihat
dasternya tergeletak disamping tempat tidur. Akupun berbaring
disampingnya masu kedalam bed covernya. Kita berdua belum bisa tidur,
kami berbincang-bing lebih dalam lagi, dan dari situlah aku tau gimana
ia memenuhi kebutuhan biologis.
No comments:
Post a Comment